Rabu, 10 Oktober 2012

Lomba Tujuh Belasan, Ajang Kompetisi Sesungguhnya Bagi Anak-anak




Tempat tinggalku di pinggiran Kalimalang, Jakarta Timur. Saban bulan Agustus hari ketujuh belas, RT kami menyelenggarakan aneka perlombaan tujuh belasan, mulai kategori anak-anak hingga dewasa. Sebagai anak-anak, tentu aku antusias menyambut lomba tujuh belasan, momen setahun sekali bersaing secara sehat dengan teman sebaya. Tapi seringnya sih, aku jadi pihak yang kalah, hiks  (ʃ˘̩̩̩_˘̩̩̩ƪ). Betapa tidak, eraku semasa bocah dulu persaingannya super duper ketat *lebay. Lawan terberatku di ajang tujuh belasan adalah kakak beradik Hari dan Seno. Mereka berdua acapkali juara 1-2 di berbagai lomba yang mereka ikuti. Sampai-sampai saat penyerahan hadiah, kakakku yang jadi panitia tujuh belasan nyeletuk begini, "Wah, ini mah sama aja kita belanja hadiah buat Hari dan Seno, Seh!"
Mbak Aseh, kakaknya Hari dan Seno cuma bisa meringis sambil nyengir sapi, "He-eh, maafin adek gue ya, ngeborong hadiah dari panitia."

Sementara kita-kita yang pecundang, cuma bisa ngiler bin ngeces pas lihat duo kakak beradik itu bolak-balik naik podium jadi-jadian untuk pengambilan hadiah. Padahal kakakku lho yang sering ditugaskan belanja hadiah lomba tujuh belasan *lah, apa hubungannya?  c(◦ˆˆ)v.  Hehehe, maksudnya tuh aku selalu mopeng a.k.a moka pengen sama barang yang dibeli kakak untuk hadiah bagi juara lomba. Tapi apa daya, meski aku telah sekuat tenaga melancarkan rayuan maut, kakak tak bergeming. 

"Nggak boleh! Kaos ini buat yang menang lomba. Kalo kamu mau dapet, yaaa kamu harus juara dulu, Dek!" tukas kakak tatkala aku menampilkan raut memelas supaya dikasih kaos keren cuma-cuma. Hadiah kaos tuh biasanya untuk yang juara pertama, buku dan pensil/pulpen juara kedua, serta handuk untuk juara ketiga.
"Abisnya Hari-Seno kehebatan sih, Kak! Jadi adek kalah melulu," ujarku menyuarakan frustasi.
"Yaaa... kamu harus berusaha lebih hebat dari mereka lah, Dek!" lanjut kakak yang lagi membungkus hadiah satu per satu bersama temannya. Aku memanyunkan bibir dua senti sebagai jawaban ucapan kakak tadi.         <(^´)>

Bandul nasibku berubah ke arah yang positif ketika Hari beranjak remaja. Kebetulan di RT kami ada ketentuan tak tertulis, anak-anak yang sudah kelas 2 SMP (kelas VIII) dilarang menjadi peserta lomba tujuh belasan lagi. Perannya beralih menjadi panitia tujuh belasan. Buat regenerasi peserta, kata Pak RT kala ditanya alasan ketentuan tersebut. Duileh, udah kayak atlet aja ya, pakai regenerasi segala, xixixi. Makanya begitu tahu Hari telah ‘pensiun’, sebongkah energi dahsyat tiba-tiba bergumul di tanganku, lalu kusalurkan energi yang meluap-luap itu ke tembok terdekat hingga retak *boong banget, mau dijewer bokap apa emangnya gegara ngerusakin tembok?   ( ̄▽ ̄)   

Betul sih masih ada Seno, tapi setidaknya kan saingan beratku berkurang satu *heuheu. Jadilah tujuh belasan pertama tanpa Hari sebagai peserta, prestasiku dalam lomba menanjak dikiiiit. Nggak langsung juara satu sih, tapi juara tiga dulu, hehehe. Kalau tak salah, juara tiga di lomba balap kelereng. Lumayan lah, sebagai jawara pemula (◦ˆ ˆ◦). Usai penyerahan hadiah, semua anak yang juara 1-2-3 dijejer di atas podium jadi-jadian buat diabadikan dalam kamera. Itulah pertama kalinya aku masuk ‘hall of fame’ *halah, gaya beut dah. Ada kebanggaan tersendiri gitu, bisa bersanding dengan teman-teman lain sesama juara. Soalnya kan, tahun-tahun sebelumnya aku cuma bisa mopengin para jawara berfoto ria di podium.

Baru deh tujuh belasan tahun depannya lagi, aku bisa juara pertama lomba balap kelereng. Meski awalnya sempat pesimis juga begitu tahu kompetitornya kelas kakap, untung saja nyaliku nggak sekelas teri, jadi masih bisa bersaing dengan mereka. Ngomong-ngomong tentang persaingan, sesaat sebelum babak final lomba kelereng kala itu, kulihat seorang anak yang abis berenang di Kalimalang, sengaja membasahi kelereng lalu menjatuhkannya ke tanah berpasir. Aku langsung tahu tujuannya melakukan itu untuk menghambat laju kelereng di atas sendok agar tak mudah jatuh. Nggak mau kalah cerdik, aku juga menerapkan strategi khusus. Nggak kok, aku nggak basahin kelereng dengan air liur lalu mengotorinya dengan tanah. Itu strategi yang menjijikkan menurutku. Aku pilih siasat yang lebih ‘cerdas’-lah yakni dengan selektif memilih sendok. Kata orang kan, hidup ini pilihan. Jadi aku sengaja memilih sendok yang lengkungannya agak tinggi biar kelerengnya nggak mudah bergelinding ke bawah. Dan ternyata pilihanku sangat jitu, buktinya bisa ngalahin peserta yang pakai kelereng dekil itu.          <(*¯¯*)/ 

                                            Lomba balap kelereng                                            
                                                sumber : dari sini

          Selain juara lomba kelereng, aku menjadi runner up lomba balap karung dan lomba lari bendera. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, aku nggak pernah ikut lomba balap karung lho. Sekalinya nyoba, eh langsung juara dua. Alhamdulillah... tanpa “ya”, hehe. Sama kayak lomba kelereng, awalnya aku pesimis juga bisa menang balap karung. Bisa masuk babak final aja, udah syukur. Eh, nggak tahunya di 10 meter terakhir aku bisa ngebut lompatnya, lalu jatuh dan juara. Lho, kok bisa? Jadi gini, di 10 meter terakhir jelang finish, posisiku tertinggal. Aku tingkatin intensitas dan jarak lompatan supaya bisa nyusul. Taktik itu berhasil, tapi efeknya beberapa senti dari garis finish tubuhku goyah dan sukses nyungsep. Untungnya pas nyungsep, tanganku tepat menyentuh garis finish. Panitia langsung menetapkan aku juara kedua lomba balap karung. Nyungsep yang berkah bukan?   (
✪‿✪)

                            Lomba balap karung                                              
                                                          sumber : dari sini

Untuk lomba balap karung ini, aku merasa terbantu banget sama basket yang biasa kumainkan di SD. Nah, pas main basket kan sering lompat-lompat juga tuh. Makanya tekniknya kepake deh pas lomba balap karung, hoho....   (^
o^)

Lomba lari bendera lain lagi ceritanya. Dari awal aku cukup yakin bisa menang, minimal juara ketigalah. Maklum selain rutin main basket di sekolah, kemampuan lariku terlatih juga di rumah. Gimana nggak terlatih coba, di sekitar rumah aku punya ‘sparring partner’. Dialah ayam jago milik tetangga. Nggak tau kenapa tuh ayam, hobi banget ngajak aku sprint hampir tiap hari. Makanya, tetangga pada tahu aku larinya kenceng. Kalau kata operator seluler, nge-flash gitu, hehe. Dari gemblengan rutin ‘suhu’ ayam itulah, wajar dong aku pede juara lomba lari bendera. Dan terbukti benar keyakinanku untuk menang lomba lari. Aku hanya kalah dari Seno, yang emang biangnya juara.     

                                                             Lomba lari anak-anak  

                                                                 sumber : dari sini

Itulah masa kesuksesan perdanaku menggondol gelar dobel di ajang tujuh belasan. Butuh waktu sekitar 4 tahun sejak aku aktif jadi peserta lomba tujuh belasan atau 2 tahun setelah Hari ‘pensiun’ untuk bisa juara kesatu. Wow, lama juga ya!         <(^^)

Sayangnya, sekitar tahun 2000-an awal tatkala jalan pinggiran Kalimalang mulai dibangun pondasi tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kp Melayu), lomba tujuh belasan terpaksa terhenti. Pihak berwenang melarang kami mengadakan acara tersebut agar tak mengganggu jalannya pembangunan. Selama vakumnya lomba tujuh belasan, hanya acara syukuran saja yang rutin digelar. Namun belakangan, lomba tujuh belasan kembali diselenggarakan di lokasi yang biasa, yakni di jalan tepi Kalimalang. Soalnya pembangunan jalan tol Becakayu tersendat, jadi kami diperbolehkan lagi mengadakan lomba tujuh belasan di bawah tiang-tiang beton tol Becakayu. Meski demikian, ketika bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, lomba tujuh belasan dihentikan untuk sementara waktu. Aku berharap semoga tahun depan, lomba tujuh belasan kembali digelar di tepi Kalimalang. Tak bisa dipungkiri, lomba tujuh belasan selain dipandang sebagai salah satu cara untuk mengisi kemerdekaan, juga merupakan wadah yang tepat bagi anak-anak untuk merasakan kompetisi yang sebenarnya. Agar mereka tak melulu berkompetisi semu di PS, PSP, Nintendo maupun game online. Yaaa... seperti aku dulu yang cukup antusias bersaing di arena lomba tujuh belasan, meski tak selalu meraih kemenangan sih.....  (◕‿◕


NB :
Tulisan ini diikutkan dalam Kontes Kenangan Bersama Sumiyati-Raditcelluler.     











                                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar