Jumat, 30 Desember 2011

Menaruh Perhatian pada Daerah Perbatasan, Terpencil dan Terluar

Sesuai pasal 49 UU No.22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, salah satunya disebutkan bahwa anggota DPD berhak menyampaikan usul dan pendapat. Maka, akan saya gunakan hak tersebut semata-mata untuk menjalankan peran sebagai ’jembatan’ antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Saya ambil contoh, warga di dataran tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Daerah yang dikelilingi oleh Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) ini nyaris terisolasi. Tak ada akses darat dari wilayah lain di Indonesia, selain melalui penerbangan perintis dari Tarakan, Nunukan dan Malinau. Sayangnya ongkos penerbangan yang mahal, membuat masyarakat enggan menggunakannya selain untuk mengantar warga yang sakit. Padahal dataran yang berketinggian 1050 meter di atas permukaan laut ini memiliki 11.431 warga, yang terbagi di 2 kecamatan yakni Krayan dan Krayan Selatan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagian warga rela berjalan kaki sekitar 12 kilometer guna menjual beras maupun garam di Desa Ba'kelalan, Sarawak, Malaysia. Dari hasil berdagang itulah, mereka bisa membeli segala macam kebutuhan hidup[1].


Ilustrasi : Dataran Tinggi Krayan[2]

Kenyataan tersebut membuat miris hati. Betapa tidak, warga Krayan yang merupakan saudara kita sesama WNI, seakan-akan tak diurusi pemerintah Indonesia. Seandainya saya anggota DPD RI, akan mengupayakan warga Krayan terlayani semua. Nantinya warga Krayan tak perlu jauh-jauh ke Malaysia untuk berdagang. Tapi cukup menjual hasil buminya ke koperasi setempat untuk ditukarkan dengan kebutuhan sehari-hari. Pihak koperasilah yang akan mendistribusikan hasil bumi Krayan ke Malaysia. Hal ini dimungkinkan karena Indonesia dan Malaysia menjalin kesepakatan Border Trade Agreement sejak tahun 1970. Sesuai kesepakatan tersebut, warga di perbatasan kedua negara diberikan fasilitas border pass berupa kemudahan berbelanja produk kebutuhan sehari-hari sebesar 1,7 juta rupiah (600 ringgit) per keluarga per bulan di negara tetangga[3]. Fasilitas border pass memang ditujukan untuk keluarga yang tinggal di perbatasan kedua negara. Tapi bila diperlukan kesepakatan lain, maka saya akan mendorong pemerintah & DPR agar berinisiatif membuat kesepakatan baru yang salah satu isinya, fasilitas border pass dapat diwakilkan oleh petugas koperasi asal Indonesia. 

Selain itu, saya juga akan mengusulkan kepada DPR agar dana APBN untuk pembangunan wilayah Kabupaten Nunukan, ditingkatkan tiap tahunnya. Sebagian anggaran dialokasikan untuk membangun koperasi dan klinik terpadu di tiap kecamatan di dataran tinggi Krayan. Memang, tak sedikit dana yang dibutuhkan untuk pengadaan koperasi dan klinik tersebut. Namun, harga yang dibayar akan sebanding dengan kepuasan masyarakat Krayan. Sekian tahun kebutuhan hidup mereka 'dilayani' oleh Malaysia. Sudah saatnya pemerintah Indonesia memerhatikan warga negaranya yang tinggal di daerah perbatasan, daerah terpencil dan terluar. Bukankah salah satu tugas pemerintah adalah melayani rakyatnya? Apa gunanya ada pemerintah, tapi tak peduli dengan kondisi rakyat? Tak mengherankan, sebagian warga Krayan sudah beralih kewarganegaraan, karena mereka merasa tak 'diurus' oleh pemerintah Indonesia. Nah, bila tak ingin satu per satu warga perbatasan beralih kewarganegaraan, tak ada cara lain selain menyetarakan hak-hak warga Krayan seperti warga di kota-kota besar, yakni dengan melayani kebutuhan mereka. Jadi, seandainya saya anggota DPD RI, akan memperjuangkan agar dana APBN untuk pembangunan daerah perbatasan, daerah terpencil dan terluar, setiap tahun terus meningkat agar pembangunan di Indonesia makin merata.


Words : 498 kata (sudah termasuk judul)


Keterangan :

[1] Harry Susilo, Perbatasan RI-Malaysia : Urusan Perut di Negeri Jiran, dalam Kompas, 16 Oktober 2011
[2] Foto berasal dari http://www.kaltimpost.co.id/uploads/berita/dir10112011/img101120111170151.jpg.pagespeed.ce.-9UYVu1N0Z.jpg
[3] Eny, Mengelola Perdagangan di Wilayah Perbatasan, dalam Kompas, 16 Desember 2011


Tulisan ini diikutkan dalam Lomba DPD, info lomba bisa dilihat di :  http://lomba.dpd.go.id/

Optimalisasi TIK sebagai Media Sosialisasi, Publikasi dan Jaring Aspirasi


Sejak dilantik pada 1 Oktober 2004, banyak pihak berharap keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akan meningkatkan posisi tawar pemerintah daerah dalam memerjuangkan aspirasi lokal secara langsung di tingkat pusat. Sayangnya, harapan itu terbentur oleh keterbatasan wewenang DPD sendiri. Kewenangan DPD ’hanya’ pemberian masukan, pertimbangan, usul maupun saran, sementara pihak yang memutuskan adalah DPR. DPD memang dapat mengajukan RUU dan ikut membahasnya bersama DPR, tapi hanya yang terkait dengan otonomi daerah dan hubungan antara pusat-daerah. Selain keterbatasan peran dan kewenangan, kinerja DPD tampak belum maksimal akibat minimnya publikasi dan sosialisasi, sebagaimana diakui oleh Rahmat Shah, anggota DPD utusan Sumatera Utara[1]

Seandainya saya anggota DPD RI, saya akan mengutamakan sosialisasi, publikasi dan jaring aspirasi masyarakat lokal, sebelum memperjuangkannya di parlemen. Sosialisasi perlu dilakukan agar rakyat mengenal semua anggota DPD yang menjadi utusan daerah masing-masing, sekaligus mengetahui dan memahami peran, fungsi, serta program-program DPD. Supaya rakyat tahu hal-hal apa saja yang sedang/telah diperjuangkan oleh anggota DPD, penting dilakukan publikasi. Sadar sebagai anggota legislatif yang mewakili daerah, maka saya harus intensif menjalankan peran di daerah yakni dengan aktif ’menjemput bola’ guna mengumpulkan aspirasi masyarakat lokal. Selain menggali masukan dari gubernur, bupati ataupun walikota melalui kunjungan langsung, bisa juga dengan mengoptimalkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Saya ingin mengajak rekan-rekan sesama anggota DPD untuk membuat blog & jejaring sosial (FB, Twitter) sebagai media komunikasi 2 arah antara anggota DPD dengan rakyat yang diwakilinya. Media tersebut diharapkan menuai tanggapan langsung dari rakyat. Dari berbagai tanggapan itulah, nantinya terjaring sejumlah aspirasi masyarakat lokal. 

Lantas bagaimana dengan masyarakat yang belum ’melek’ internet? Saya melihat banyaknya koran lokal, radio dan TV lokal sebagai media yang tepat untuk sosialisasi program-program DPD maupun jaring aspirasi. Saya dan rekan-rekan sesama anggota DPD akan berupaya melobi pihak koran lokal agar mau menyediakan minimal 1 kolom khusus, tiap minggu atau tiap bulannya. Secara bergantian, kami akan mengisi kolom tersebut dengan informasi seputar program DPD, RUU yang sedang dikaji, maupun hal-hal lain sesuai kewenangan DPD. Tak lupa, di bawah kolom tulisan, kami berikan alamat email, blog atau nomor HP khusus untuk menyerap beragam tanggapan (saran, kritik, usul) masyarakat. 

Sama seperti koran lokal, terlebih dulu kami melobi pihak radio dan TV lokal agar mau bekerja sama membuat acara bincang-bincang atau semacam talkshow. Nantinya acara tersebut bakal disiarkan secara langsung seminggu, dua minggu atau sebulan sekali sesuai kesepakatan bersama. Dalam setiap episodenya, akan dihadirkan pembicara dari kalangan akademisi/pakar, anggota DPD dan pihak-pihak lain yang dirasa perlu. Khusus TV lokal, lokasi talkshownya bisa berpindah-pindah agar mampu menjaring aspirasi dari berbagai lapisan masyarakat, misalkan di masjid, alun-alun, mall/plaza, dan sebagainya. Media lain untuk menjaring aspirasi rakyat adalah kotak kritik & saran DPD yang ditempatkan di setiap balai desa/kelurahan. Secara berkala, petugas dari kantor perwakilan DPD akan menjemput isi kotak itu untuk dipelajari lebih lanjut. Kesemua upaya di atas pada dasarnya adalah media sosialisasi dan publikasi segala hal tentang DPD, serta untuk mengetahui tuntutan apa yang diinginkan oleh masyarakat lokal, sehingga anggota DPD cepat tanggap terhadap berbagai persoalan di daerah.


Words : 499 kata (sudah termasuk judul)


Keterangan :

[1] Romi Irwansyah. Peran DPD RI Minim Publikasi. http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=182663:peran-dpd-ri-minim-publikasi&catid=14&Itemid=27

Tulisan ini diikutkan dalam Lomba DPD, info bisa dilihat di :  http://lomba.dpd.go.id/

Senin, 31 Oktober 2011

(GoVlog-Umum) Ketika Ancaman Palsu Ditanggapi Serius

-->
Suatu hari pada bulan April tahun 2008, ponsel yang belum genap dua tahun aku pakai, hilang di perpustakaan kampus. Kejadiannya begini, usai internetan di lantai 2, aku turun ke lantai 1 guna mencari buku-buku untuk keperluan tugas paper. Saat sedang mencari buku, aku nggak sadar menaruh handphone di rak. Aku berpindah dari satu rak ke rak yang lain. Hingga pada akhirnya saat aku mau sms teman, aku baru sadar handphone-ku sudah tak berada di genggamanku. Wajar, aku langsung panik. Aku memeriksa rak-rak yang tadi kulewati. Hasilnya nihil. Aku lapor ke petugas perpustakaan, tapi ia tak menjamin dapat menemukan handphone-ku. Aku sempat memintanya untuk melakukan penggeledahan pengunjung perpustakaan, ia tak keberatan. Tapi, terlebih dulu ia menyampaikan resiko tindakan itu. Ya, kalau beruntung, handphone-ku masih bisa ditemukan saat penggeledahan. Tapi bila kurang beruntung, udah HP tak ditemukan, aku bisa dimusuhi seantero kampus! Menyadari resiko yang begitu besar, rencana penggeledahan itu pun dibatalkan. Aku memilih pulang saat itu juga.
            Dalam perjalanan pulang, aku meratapi hilangnya HP itu. Memang, aku masih menyimpan HP lama, tapi HP jadul itu tak secanggih HP yang hilang. Selama berhari-hari aku merasakan kehilangan yang sangat. Di HP Nokia 6600 itu tersimpan banyak file dan nomor kontak yang belum sempat di-back up. Aku sungguh kecewa sama orang yang mengambil HP-ku. Betapa tidak, jauh hari sebelum HP-ku dicuri, aku menemukan HP di perpustakaan yang sama. Tapi tak aku jadikan milik sendiri, meski ada kesempatan untuk berbuat itu. Aku memilih menyerahkan HP yang kutemukan kepada petugas perpustakaan agar dapat ditemukan oleh pemiliknya. Aku senang telah melakukan perbuatan baik, yakni dengan mengembalikannya secara tidak langsung kepada petugas. Sayangnya, ketika aku lalai meletakan HP di salah satu rak perpustakaan, orang yang menemukannya tidak menyerahkan HP itu ke petugas seperti yang aku lakukan. Aku sempat kesal, dan marah kepada Tuhan. Inikah balasan dari perbuatan baik, protesku kepadaNYA. Butuh sekian hari bagiku untuk bisa merelakan HP itu.

            Foto HP Nokia 6600 sewaktu belum hilang di perpustakaan.

Suatu malam saat menonton acara komedi di TV, aku terinspirasi untuk membuat ancaman palsu. Saat itu memang, aku belum punya HP pengganti. Tapi masih ada HP jadulku, yang jarang kubawa ke kampus. Berhubung ketika itu baru saja mengganti nomor, jadi belum banyak teman yang tahu, kecuali keluarga. Lantas aku mulai melaksanakan rencanaku untuk iseng mengerjai sobatku, Any.
Malam itu juga, aku mengirim pesan kepada Any dengan nomor baruku. Isi pesan itu seakan-akan berasal dari orang yang mencuri HP-ku. Aku tak ingat pasti apa yang kutulis tempo hari, tapi kurang lebih isinya seperti ini.
"Sepertinya kamu teman dekat pemilik HP yang kemarin aku curi. Soalnya ada banyak pesan di inbox HP ini darimu. Oke, to the poin aja. Akulah yang mengambil HP temanmu di perpustakaan tempo hari. Bila temanmu ingin aku mengembalikannya, sampaikan padanya, ia harus menyiapkan uang 500 ribu. Lalu letakan uang itu di bawah kandang ayam kampus. Aku akan mengawasi kandang ayam itu dari jauh. Bila kulihat salah satu dari kalian sudah meletakan amplop berisi uang, 30 menit kemudian akan kuletakan HP temanmu di bawah kandang ayam juga. Tapi awas, jangan coba-coba menghubungi satpam, atau transaksi ini batal!"
Setelah kukirim pesan bernada ancaman itu kepada Any, aku tersenyum-senyum sendiri membayangkan reaksi Any. Dalam bayanganku, Any bakal tak percaya dengan isi pesan itu. Kemudian ia akan mengabaikannya, karena sebelum-sebelumnya beberapa kali aku mengirim sms dari nomor ’asing’, Any mampu menebak akulah si pengirim ’iseng’ itu. Eh nggak tahunya, perkiraanku meleset. Beberapa menit setelah pesan itu terkirim, telepon rumahku berdering. Aku terkejut saat kakak mengatakan Any-lah yang menelepon. Betapa tidak, aku tahu malam itu Any sedang menginap di Bogor. Bukan di rumahnya, tapi di sebuah mess yang disewa oleh sebuah organisasi yang diikutinya.
Dengan ragu-ragu, aku menerima panggilan Any. Terdengar nadanya yang was-was, saat ia menyampaikan pesan 'si pencuri HP' kepadaku. Tapi sebelum aku menanggapinya, aku bertanya dahulu, ia menelepon dari HP atau dari mess. Ternyata demi menyampaikan pesan itu, ia dan temannya sampai minta izin ke wartel malam-malam kepada ketua organisasinya! Oh, Tuhan! Sungguh yang terjadi, di luar bayanganku. Aku jadi tak tega untuk langsung mengatakan bahwa pesan itu adalah lelucon, mengingat perjuangannya mencari wartel. Jadi, aku putuskan untuk melanjutkan 'akting' yang diluar 'skenarioku' itu. Dalam pembicaraan di telepon, aku pura-pura shock dan bingung menanggapi ajakan transaksi 'si pencuri'.
"Yaudah terserah lo mau terima tawaran itu atau nggak. Gue cuma menyampaikan aja ke lo. Udah ya, gue harus cepat balik ke mess," suara Any di seberang sana.
Sekian detik kemudian, pembicaraan diantara kami pun usai. Any kembali ke mess, sementara aku terbengong-bengong tak percaya dengan apa yang barusan kulakukan.
"Hei, Dini! Selamat, kamu telah mengerjai salah satu sobatmu. Aktingmu bagus sekali, mungkin kamu pantas mendapat nominasi Panasonic Awards," nuraniku terusik.
Oh, tidak! Sungguh, aku merasa bersalah. Tapi di sisi lain, aku belum punya keberanian untuk mengakuinya kepada Any. Jadi ketika kami bertemu lagi di kampus keesokan harinya, aku meneruskan 'aktingku', meski dalam hati aku terkikik geli sekaligus merasa bersalah. Aku baru melakukan pengakuan dosa kepada Any saat jelang puasa Ramadhan tahun 2008 lalu. Momen yang tepat bukan untuk saling bermaafan? Hehehe....
Mau tahu bagaimana reaksi Any? Ia tak marah, hanya pura-pura termehek-mehek. Sungguh baik sekali sobatku itu. Mungkin pemilihan momen yang tepat sedikit-banyak mempengaruhi responnya. Coba kalau aku langsung mengakuinya saat ia menelepon dari wartel dulu, entahlah bagaimana reaksinya. Aku tak berani membayangkannya, hahaha....
Any, melalui tulisan ini, sekali lagi aku mohon maaf atas 'aktingku' tempo dulu. Sungguh, di luar perkiraanku kalau kau akan menanggapi serius pesan 'si pencuri HP' itu. Kamu memang salah satu sobat terbaikku. Any yang terlalu pintar untuk dikelabui *kecuali oleh ancaman palsu itu, sekaligus terlalu baik untuk marah atas perbuatanku. Aku tetap dan akan menyayangimu, Sobat. 

--------------------------------------------  SELESAI  -----------------------------------------------------


Tulisan ini diikutkan dalam kontes
-->XL GoVLOG, info bisa dilihat di  http://www.vivanews.com/xl_govlog

Bukti send to twitter dan follow:









Kamis, 25 Agustus 2011

[LOMBA AKU] Si Keping Coklat

Mau tahu, apa kue Lebaran favoritku? Jawabannya, banyaaak! Aku tergila-gila dengan kue putri salju, gemar lidah kucing, suka cistik and love choco chips. Tuh kan, bingung memilihnya. Rasanya berat untuk memilih satu diantara mereka *halah…lebay!
Tapi dari keempat kue tersebut, ada satu pengalaman yang berkesan saat membuat kue dahulu bareng Mama tercinta. Zaman baheula saat aku masih kecil nan imut *masih SD gitu lho, Mama kepengen membuat kue lebaran yang spesial. Dalam arti, belum pernah dibikin sendiri sebelumnya. Pilihan pun jatuh pada choco chips (kue yang bentuknya mirip G**dtime). Biasanya untuk Lebaran, Mama cuma membuat kacang goreng, cistik dan kue semprit mawar. Kue lainnya yaaa… beli. Nah pada masa itu, ada iklan suatu produk yang mencontohkan cara membuat choco chips. Cuma kan yang namanya iklan, waktu tayangnya terbatas. Sementara kita belum tentu hafal langkah-langkah serta bahan bakunya dalam sekali lihat iklan. So Mama memutuskan untuk 'berburu' tabloid yang kira-kira bakal memuat resep itu.
Setelah mengecek (cuma ngecek, nggak membeli, hehehe) di penjual koran langganan, tak satupun media cetak memuatnya. Dulu belum 'melek' internet sih ya, jadi nggak kepikiran buat browsing resep di dunia maya. Nah, karena tak ada media cetak yang memuatnya, Mama punya 'misi khusus' mencatat resep choco chips ketika iklan itu 'mentas' di TV. Anehnya, ketika mulai berniat untuk mencatatnya, iklan itu jarang nongol. Padahal waktu belum kepengen mencatatnya, tuh iklan sering ada di TV. Emang bener ya kata orang, kalau lagi nungguin sesuatu, entah kenapa sesuatu itu terasa lamaaa hadirnya. Ketika nggak ditunggu, malah berseliweran di depan mata kita. Dengan kata lain, sesuatu itu mulai terasa penting tatkala ia 'menghilang' bak ditelan mumi eh bumi.
Kembali ke laptop! *bergaya ala Tukul. Suatu hari di siang bolong, aku dan Mbak (pembantu) duduk manis di depan TV. Tiba-tiba, iklan memasak choco chips ’numpang lewat’ di depan kami. Buru-buru kami grasak-grusuk, mencari perlengkapan tulis. Sayangnya begitu kami siap, iklannya bablas pisan.   
”Yaaa... Mbak, kelewatan kita,” sesalku.
”Nggak apa-apa, kita siap-siap aja. Siapa tahu nanti iklannya ada lagi. Kita stanby!” Si Mbak bersemangat ’45.
         Si Mbak kemudian mengatur strategi supaya ketika iklannya ’main’, kita berdua nggak keteteran mencatatnya. Maka disepakatilah strategi seperti ini : setiap langkah ganjil, Si Mbak yang mencatat. Sementara aku disuruh mencatat langkah yang genap. Maksudnya begini, langkah pertama dalam membuat choco chips di iklan itu, Mbak yang mencatat. Sementara langkah kedua, keempat dan seterusnya yang genap, menjadi jatahku. Selang beberapa saat usai mengatur strategi, iklan memasak choco chips tayang.
”Ayo, Mbak tulis!” seruku heboh.
”Iya, ini lagi nulis!” sahut Mbak. Kepalanya bolak-balik menatap layar kaca dan buku yang sedang ditulisnya. Sementara aku merasa gemas, ingin cepat-cepat menulis juga.
”Hayo, sekarang kamu yang nulis, Dek!” gantian Mbak yang berseru.
         Lantas, aku gerakkan pena secepat mungkin. Aku menulis apa yang kudengar dan kulihat. Tak peduli tulisanku seperti ceker ayam atau tidak, yang penting menulis. Setelah aku mencatat langkah kedua, Mbak menulis langkah ketiga. Begitu seterusnya hingga seluruh langkah memasak choco chips tercatat semua. Kemudian catatan tersebut kami rapikan di selembar kertas, yang kelak disetorkan kepada Mama.
”Mama, Mama! Tadi adek sama Mbak berhasil catat resep choco chips lho! Ini Ma, resepnya,” kataku girang saat Mama pulang kerja.
”Iya, taruh aja di meja,” jawab Mama singkat sambil melepas sepatunya.
            Keesokan paginya, aku bangun tidur mendapati Mama siap beraksi di dapur. Di meja dapur sudah ada tepung terigu, telur, margarin, coklat dan bahan baku lainnya.
”Mama mau buat ini?” tanyaku sambil menunjuk resep kue yang ada di bungkus belakang margarin.
”Bukan.”   
”Terus buat apa, Ma?”
”Masa kamu nggak tahu sih, Mama mau membuat apa?” Mama balik bertanya.
Pandanganku lantas tertuju pada notes milik Mama, yang entah kenapa baru terlihat saat itu juga. Aku tak tahu pasti itu catatan apa *sukar membaca tulisan Mama yang beda tipis dengan tulisan dokter, hehehe... peace, Mom! Tapi sepertinya itu resep makanan, bukan resep untuk mengatasi patah hati *ya iyalah.   
            Kemudian aku memperhatikan ’aksi’ Mama di dapur. Mulai dari mengayak tepung dalam mangkok, mengolesi loyang dengan margarin lalu menaburinya dengan terigu tipis-tipis, melelehkan mentega dengan coklat hingga membentuk adonan menjadi seperti bola dengan sendok. Nah, saat Mama membentuk adonan dengan sendok itulah, aku teringat dengan iklan choco chips di TV.
”Mama mau buat choco chips ya? Asyiiik!” ucapku gembira. Sementara Mama senyum-senyum saja.
Di sela-sela berkreasi dengan adonan, Mama bercerita kalau kemarin ia juga mencatat resep choco chips di kantornya. Usai mencatat resep, tak lama kemudian teman Mama bertandang ke kantor Mama. Kebetulan teman Mama yang satu itu jago bikin kue, makanya saat ngobrol-ngobrol dengannya, sekalian Mama diajarin cara membuat choco chips. Wah, pantas saja waktu kusodori resep yang capek-capek kutulis dengan Mbak, Mama bersikap datar alias biasa-biasa saja. Huhuhu *Si Mbak menggigit-gigit kertas, hehehe...nggak deng!
Meski sedikit kecewa karena catatan kami tak terpakai, aku tetap membantu Mama semampunya. Karena masih kecil nan imut, aku cukup senang bisa membantu mengatur adonan di atas loyang, sebelum dimasukkan ke dalam oven. Syukurlah, setelah puluhan menit berkreasi di dapur, akhirnya choco chips jadi juga. Berhubung lagi puasa, aku cukup puas dengan menghirup aromanya saja, hehehe. Baru deh ketika bedug maghrib, choco chips-nya mulai diicip-icip. Rasanya mirip-mirip G**dtime lho! Maknyus tenaaan! Berhubung choco chips itu jerih payah Mamaku, maka aku beri 12 jempol untuknya *4 jempolku, 8 lagi minjem jempol kakak . Kalau nggak diingetin sama Mama, choco chips itu buat Lebaran, mungkin kue tersebut sudah ludes malam itu juga, hehehe.
            Setelah Mama mulai ngefan sama kue lebaran buatan temannya, Mama jarang membuat kue lagi. Paling-paling kacang goreng doang yang masih bikin sendiri. Eh... kacang goreng bukan kue ya? Hehehe. Selebihnya, Mama membeli kue buatan temannya. Tapi emang sih, kue buatan Bude XYZ (maaf, namanya lupa, peace!) enak banget. Tak heran kami sekeluarga sangat menyukainya. Sejak itulah, ovennya Mama ’dipensiunkan’. 
            Sejak Mama kembali ke PangkuanNYA tujuh tahun lalu, kami sekeluarga meneruskan ’tradisi’ membeli kue Lebaran, ketimbang membuatnya sendiri. Dari ketiga putri Mama, belum satu pun dari kami yang pernah praktek membuat cistik, semprit mawar dan choco chips sendiri. Selain persoalan peralatan yang belum kami miliki *,  kebetulan Ibu tiri berjualan kue Lebaran seperti kaastangel, semprit mawar, sagu keju, dan putri salju. So, wajarlah kami jadi konsumen tetap beliau. Tak apa-apalah bila kami belum bisa membuat kue sendiri, yang penting kan ketika Lebaran tiba, ada kue-kue yang bisa disajikan untuk para tamu, right?
***
Room Sweet Room,

Kamis, 25 Agustus 2011 pukul 16.18 WIB

Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Aku dan Kue Lebaran Favorit : http://akuai.multiply.com/journal/item/626

Rabu, 27 Juli 2011

[Rindu Rasul - ISRA MI’RAJ DAN SOSOK SUCI DALAM TIDUR]


Sejujurnya aku tak ingat bagaimana perkenalan perdanaku dengan Nabi Muhammad SAW. Apakah melalui orang tua, guru di sekolah, guru ngaji atau pun buku, entahlah. Namun ada satu ingatan masa kecil yang cukup kuat akan sosok penutup para nabi itu. Suatu malam guru ngajiku Mang Dani, bercerita tentang isra dan mi'raj.
"Anak-anak, isra mi'raj itu salah satu mukjizat Rasulullah SAW. Peristiwa yang sangat luar biasa, melampaui hukum alam. Isra, ketika Beliau dibawa oleh malaikat Jibril dari Makkah ke Baitul Maqdis. Kemudian Mi’raj, Beliau diterbangkan ke Sidratul Muntaha dengan bantuan kilat...." Mang Dani mengisahkan.
Seorang teman lalu bertanya akan kebenaran cerita Rasulullah SAW 'menumpang' kilat ke Sidratul Muntaha. Pertanyaan yang sebenarnya juga ingin kuutarakan, “bagaimana mungkin manusia mampu mengendarai kilat yang biasanya tampak sekelebat ketika hujan?” Syukurlah, temanku sudah mewakili, aku tak jadi bertanya.

Mang Dani kemudian menegaskan kisah yang ia ceritakan itu benar. Karena gaya berceritanya yang meyakinkan, aku pun terbawa suasana. Dan kurasa teman-teman lain juga demikian, ‘tersihir’ oleh kisah Isra Mi’raj yang dibawakan oleh Mang Dani. Di tengah-tengah cerita, aku membayangkan sosok Rasulullah SAW 'menumpang' kilat. Hm, awalnya memang agak sulit mempercayainya. Tapi karena riwayat itu disampaikan oleh seseorang yang berpengetahuan agama cukup baik, aku pun meyakininya. Belakangan aku tahu, yang dimaksud Mang Dani sebagai kilat adalah buraq1.

Pengalaman lain seputar Rasulullah SAW terasa luar biasa, menurutku. Bermula ketika aku membaca sebuah rubrik majalah Islami. Seorang pembaca bertanya kepada pengasuh rubrik tentang mimpinya. "Ustadz, saya pernah bermimpi mendengar Rasulullah SAW membaca Al-Qur’an. Mampukah jin meniru suara beliau atau mengaku demikian dalam mimpi?" tulisnya.

Pengasuh rubrik dengan menyebut sebuah hadits, menandaskan bahwa jin tak mampu meniru suara Rasulullah SAW karena hal itu merupakan karakter Beliau. Dengan kata lain, sungguh pembaca tersebut bermimpi benar. Usai membaca rubrik itu, aku langsung bertanya dalam hati, "bagaimana ya rupanya Rasulullah SAW dalam mimpi?"

Tak disangka, suatu malam dalam mimpiku muncul seseorang berpakaian serba putih, janggutnya sangat lebat, alis matanya tebal, namun rambutnya tak kelihatan karena tertutup sorban. Dalam mimpi, orang itu tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya memperlihatkan sosoknya yang tampak suci. Sebenarnya aku tak tahu, siapa yang aku impikan. Entah kenapa, hatiku mengatakan sosok itu adalah Rasulullah SAW. Tapi, sebenarnya aku juga tak begitu yakin. Berhari-hari aku disibukan dengan rasa penasaran akan mimpi itu. Hingga suatu hari selepas kuliah, aku bertanya kepada seorang sahabatku.
“Iya kali itu Rasulullah,” jawabnya singkat ketika aku tanyakan padanya sosok dalam mimpiku.

             Jawaban yang kurang meyakinkan menurutku. Akhirnya dengan berpegang pada hadits, “barang siapa yang melihatku dalam tidur, maka ia sungguh telah melihatku. Sesungguhnya syetan tak dapat menyerupaiku…” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi). Sedikit demi sedikit aku mulai yakin bahwa sosok suci itu adalah Rasulullah SAW. Kini, sosok itu belum pernah lagi hadir dalam mimpiku meski aku menginginkannya, merindukannya.

Sungguh aku bangga sekaligus merasa tak pantas mendapatkan mimpi seistimewa itu. Kurasa masih banyak orang lain yang lebih pantas didatangi Rasululullah SAW lewat mimpi. Meski demikian, pengalaman itu memotivasiku untuk terus meneladani akhlak Rasulullah SAW. Mungkin tak semua tauladan Rasulullah SAW mampu kucontoh, paling tidak sebagiannya bisa kuterapkan atau kusyiarkan. Salah satunya ketika suatu hari seorang sahabat memintaku membuat naskah drama. Kebetulan sekolah tempatnya mengajar, mengadakan acara Maulid Nabi SAW. Awalnya aku keberatan dengan permintaan itu, mengingat aku belum pernah membuat naskah drama. Namun setelah berpikir bahwa kesempatan itu justru peluangku untuk belajar, maka kuputuskan untuk menerimanya.

Setelah sehari melakukan riset dan sehari menyusun naskah, akhirnya naskah drama berdurasi lima belas menit itu bisa kuselesaikan. Melalui naskah yang kubuat, aku mengajak para remaja untuk lebih mencintai Allah SWT dan Rasulullah SAW ketimbang mencintai pacar. Aku sengaja menyampaikan pesan seperti itu, karena acara Maulid Nabi yang lalu berdekatan dengan hari Valentine. Sayangnya ketika hari berlangsungnya acara Maulid Nabi SAW, hujan deras mengguyur bumi. Panggung menjadi basah, sehingga pementasan drama pun dibatalkan. Meski tak jadi dipentaskan, aku tak merasa usahaku sia-sia, karena aku yakin Allah SWT melihat jerih payahku, Ia lebih mengutamakan proses ketimbang hasil. Semoga proses yang kujalani itu dinilai olehNYA sebagai ibadah.

Harapanku selanjutnya, semoga di akhirat nanti Allah SWT berkenan mempertemukan aku dengan Rasulullah SAW, karena aku ingin bertanya langsung kepadanya, ”Ya, Rasulullah SAW, mengapa Engkau sudi hadir dalam mimpiku? Sungguh aku merasa tak pantas.”  Wallahu'alam bish shawab....

1) Buraq adalah istilah yang dipakai dalam Al Qur’an, yang berarti “kilat”. Termuat dalam ayat 2/19, 2/20 dan 13/2, dengan istilah aslinya “Barqu”. Sumber : artikel berjudul ”Pembahasan Isra Mi'raj Nabi Muhammad dengan Buraq” dari FB Ninja Muslim Group.

Word count : pas 700 kata (sudah termasuk judul)
Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Menulis Rindu Rasul (http://zhaaid.multiply.com/journal/item/111/Lomba_Menulis_Rindu_Rasul)

Minggu, 05 Juni 2011

Bersama LG Cinema TV 3D, Gapai Era Baru Dunia Hiburan di Dalam Rumah!

-->
Pertama kali saya melihat film 3D di sebuah pameran kebudayaan di JIEXPO, Kemayoran beberapa tahun lalu. Film yang saya tonton mengulas kemajuan teknologi sebuah negara di Asia. Dalam salah satu adegan, kamera menyorot sebuah kereta cepat. Entah kenapa, saat melihat kereta itu mendekat, seakan-akan kereta itu menuju ke saya. Tanpa disadari, saya menunduk untuk menghindari kereta itu. Rasanya seperti ingin ditabrak kereta saja! Padahal kan, kereta itu hanya ada di layar.
Saya baru paham apa yang saya rasakan itu efek kacamata 3D, setelah mengetahui perbedaan gambar antara memakai dan melepas kacamata tersebut. Jadi ingin tertawa setiap mengingat pengalaman itu. Untungnya tingkah udik saya tak mengundang banyak perhatian. Jadi sedikit lebih amanlah hehehe....
Sejak itu, saya belum pernah lagi nonton film 3D. Makanya saya sangat gembira mengetahui LG telah mengeluarkan produk LG Cinema TV 3D. Kabarnya, TV 3D produksi LG itu kualitasnya lebih baik dari TV 3D yang sudah ada. Beberapa kelebihan itu diantaranya Ultimate 3D Brightness, Wide Viewing Angle, Lightweight 3D glasses, No harmful waves, Battery-free dan 2D to 3D conversionTV.
Ultimate 3D Brightness, kualitas gambar 3D yang dihasilkan dua kali lebih baik dari TV 3D konvensional. Hal itu menjadi mungkin karena LG Cinema 3D TV dilengkapi dengan lapisan film tipis yang disebut LG Light Boost, yang berfungsi menghasilkan tayangan dalam tingkat kecerahan (brightness) yang maksimal. Jadi nggak ada tuh, yang namanya gambar buram atau hitam-putih.
Tak hanya itu, berkat teknologi yang inovatif, LG Cinema TV 3D menyediakan sudut pandang  yang lebih luas untuk ditonton (wide viewing angle). Sehingga LG Cinema TV 3D sangat cocok untuk nonton bareng keluarga/teman-teman. Bahkan nonton sendiri pun juga asyik, bisa nonton sambil duduk atau berbaring. Pokoknya dalam posisi bagaimana pun, kualitas gambar 3D tetap terjaga. Asal jangan nonton sambil tengkurap ya, hehehe…. Wah, kelebihan LG Cinema TV 3D yang ini bisa dibilang “gue banget”! Soalnya saya suka nonton TV sambil berbaring. Cuma ya itu, kadang gambarnya jelas, kadang tampak kurang jelas. Jadi saya bakal senang deh, bila bisa nonton film dengan LG Cinema TV 3D sambil tiduran. Dijamin, gambarnya terang dan jernih!
Kelebihan lain, berkat penerapan teknologi Film Patterned Retarder (FPR), kita tak lagi memerlukan kacamata khusus untuk menonton film 3D. Kalau kacamata 3D konvensional kan, masih menggunakan liquid, baterai dan penerima sinyal dari TV yang bisa membuat kepala pusing. Lain halnya LG Cinema TV 3D, penonton cukup mengenakan kacamata ’biasa’ yang dilengkapi FPR. Nah, untuk memudahkan pelanggan, LG juga memproduksi kacamata ber-FPR yang beratnya cuma 16 gram (lightweight 3D glasses). Cukup ringan kan?
Tak hanya ringan, harga kacamata ber-FPR keluaran LG juga terjangkau, sekitar $10 atau seratus ribu rupiah. Selain itu, kacamata ber-FPR produksi LG tak memerlukan baterai (battery-free). Coba kalau masih pakai baterai, bakal repot kan bila di tengah-tengah film baterainya habis? Iiih... nggak banget deh! Berkat tanpa baterai itulah, tak ada lagi gelombang elektromagnetik yang dapat menyakiti pengguna (no harmful waves).
Meski tergolong murah, kualitas gambar yang dihasilkan tetap nomor satu. Tak ada lagi gambar berkedip (flicker) layaknya TV 3D konvesional. Adanya gambar yang makin tajam! Pokoknya nonton film lewat LG Cinema TV 3D dengan kacamata ber-FPR berasa nyaman di mata (ringan dan tak memicu sakit kepala), gambarnya terang dan tampak nyata, bebas baterai serta aman digunakan dalam waktu yang cukup lama.
            Kelebihan mutakhir yang belum tersedia di TV 3D konvensional adalah kemampuan LG Cinema TV 3D mengkonversi 2D ke 3D tanpa mengurangi kualitas tayangan (2D to 3D conversionTV). Dengan demikian, makin banyak ragam tontonan yang bisa kita nikmati dengan LG Cinema TV 3D. Jadi, kita nggak perlu repot-repot ke bioskop hanya untuk mendapatkan ragam tayangan 3D. Cukup sediakan LG Cinema TV 3D dan kacamata ber-FPR di rumahmu, maka LG akan menghadirkan tontonan berbagai genre di tengah ruang keluargamu. Kurang apa lagi coba?
            Berbagai kelebihan LG Cinema TV 3D itu membuat saya berandai-andai, bila film yang saya tonton di JIEXPO itu bisa dinikmati di rumah dengan LG Cinema TV 3D, pasti adegan keretanya tampak lebih hidup hingga menembus batas layar TV. Bisa jadi, saya kembali menundukkan kepala untuk menghindari ’serudukan’ kereta itu, hehehe.... Sungguh, LG Cinema TV 3D pasti pilihan yang sempurna untuk menyaksikan tayangan 3D di dalam rumah.
-->So, welcome to new home entertainment with LG Cinema TV 3D! LG Cinema TV 3D, -->The Next Generation Cinema 3D TV.….  (^___^)

Daftar referensi :
- http://lgsmart3d.com/


Tulisan ini diikutkan dalam SMART BLOGGER kontes yang diselenggarakan oleh LG.
-->
           






Senin, 18 April 2011

Optimalisasi Peran Internet Bagi Ibu Rumah Tangga

Opini *
-->
     
-->          Dalam bahasa sederhana, Teknologi Informasi dan Telekomunikasi (TIK) adalah teknologi yang berfungsi untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan segala hal terkait informasi dan komunikasi. Internet sebagai wujud dari TIK, dalam perkembangannya telah menghadirkan sebuah dunia baru yakni dunia maya, dunia yang tak berwujud dan tanpa batas. Segala hal dapat dilakukan di dunia maya. Mulai dari menjalin interaksi dengan siapa pun, hingga relasi bisnis yang menjangkau ke seluruh pelosok bumi. Tak hanya itu, dalam penggunaanya, internet menawarkan banyak kemudahan. Sebagai sumber informasi, internet menyediakan milyaran informasi yang dapat diakses dengan mudah dan cepat. Informasi yang tersedia sangat beragam, mulai dari info pendidikan, kesehatan, politik, agama, budaya, ekonomi, olah raga, hingga sosial. Seluruh informasi itu tersimpan di internet berkat adanya e-library, serta aneka situs (website) yang memuat informasi tertentu sesuai jenis peruntukannya. Karena ketersediaan informasi yang melimpah itulah, bisa dikatakan internet merupakan sarana belajar di dunia maya. Sebagai sumber penghasilan, banyak orang menjalankan bisnis secara online di internet. Baik dalam bentuk toko online, MLM, maupun investasi online. Bahkan bagi segelintir orang, internet juga dimanfaatkan sebagai alat ‘memasarkan’ diri melalui berbagai situs jejaring sosial dan blog. Kehadiran internet, lambat laun mengurangi pemakaian alat komunikasi konvensional seperti surat pos, telepon dan telegram. Kini masyarakat lebih sering berkomunikasi melalui email, chatting dan situs jejaring sosial (Facebook, Twitter, Friendster). Hal ini dikarenakan sifat internet yang mudah, cepat dan lebih murah daripada media komunikasi konvensional.   
            Meski punya segudang manfaat, internet juga memiliki dampak negatif yang umumnya terkait dengan penyalahgunaan internet oleh pemakai (user). Mulai dari aksi penculikan anak/remaja dengan modus pertemanan di Facebook, penipuan berkedok bisnis online hingga aneka foto, video, tulisan yang berbau pornografi. Kesemua dampak negatif itu sedikit-banyak membuat khawatir para pengguna internet, khususnya ibu rumah tangga (IRT). Mereka was-was dengan pengaruh internet terhadap  putra-putrinya. Kekhawatiran yang berlebihan dari ibu-ibu tadi bisa mendorong tindakan ekstrim yakni dengan melarang anggota keluarganya menggunakan internet. Padahal tindakan seperti itu tak sepenuhnya tepat, mengingat dampak positif internet yang juga tak sedikit. Anak-anak akan kehilangan kesempatan memperoleh pengetahuan yang tak didapatnya di bangku sekolah. Selain itu, kesempatan untuk memperoleh penghasilan tambahan juga sirna bila keluarga menutup diri dari internet. Oleh karena itu, yang terbaik untuk dilakukan adalah memberikan porsi pemahaman akan internet yang seimbang kepada para IRT.
            Sayangnya, bukan hal mudah untuk memberikan pemahaman yang cukup kepada para IRT perihal internet. Penyebabnya selain karena faktor pendidikan, sehingga tak semua IRT mampu mengoperasikan komputer. Biaya akses internet yang tergolong mahal, sebagaimana diungkapkan oleh Roemasa seorang IRT, “gimana mau melek, akses internet yang bagus aja masih mahal buanget.”1
Dari segi pendidikan, kendala tersebut bisa diatasi dengan mengadakan pelatihan komputer dan edukasi penggunaan internet kepada IRT, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta maupun swadaya masyarakat. Sebagaimana telah dipraktekan oleh ibu-ibu rumah tangga di Kota Batu, Malang (Jawa Timur). Selain rutin mengadakan pelatihan internet, para IRT di Kota Batu diajak berbagi pengalaman seputar internet secara berjejaring.2 Pihak swasta yang diwakili XL juga tak ketinggalan mengedukasi masyarakat melalui berbagai program pelatihan. 3 Sementara dari segi biaya akses, dapat diatasi dengan pengadaan hotspot hingga ke tingkat kelurahan, ataupun juga kerja sama antara pemerintah dengan swasta melalui pengadaan paket komputer internet murah bagi IRT.
            Era digital, di mana dunia seakan tanpa dibatasi jarak dan waktu, mendorong keleluasaan  berkomunikasi dengan siapa saja dan di mana saja. Tak terkecuali, putra-putri kita. Anak-anak zaman sekarang sudah mampu mengakses dunia ‘luar’ tanpa meninggalkan rumah dengan mengakses internet. Dari internet, anak-anak bisa memperoleh berbagai jenis informasi yang baik maupun buruk untuk seusia mereka. Agar terlindung pengaruh negatif internet, maka penguasaan TIK oleh orang tua merupakan suatu keharusan. Minimal dengan mengetahui seluk-beluk internet, para orang tua (khususnya IRT) akan mampu mengontrol ‘penjelajahan’ yang dilakukan oleh anak-anak mereka. Namun bila anak-anak belum ‘akrab’ dengan internet, para ibu hendaknya terlebih dulu mengenalkan manfaat dan tujuan pemakaian internet sebelum mengizinkan anaknya berselancar di dunia maya. Hal ini dilakukan untuk mencegah penerimaan info yang kurang tepat bila diperkenalkan internet oleh orang lain.       
            Begitu banyaknya manfaat internet, tak sedikit orang tua yang sudah ‘melek’ mengoptimalisasikan internet bagi keluarganya. Sebagai contoh, ada seorang IRT yang memanfaatkan notes FB-nya untuk menampilkan cerpen maupun puisi karya putrinya. Segala komentar, baik pujian, saran maupun kritik, menjadi dorongan tersendiri bagi putrinya dalam berkarya. Ada juga IRT yang memanfaatkan blognya untuk mencatat tingkah-polah anaknya yang masih balita. Bahkan tak sedikit IRT yang berdagang maupun berbisnis secara online. Salah satunya adalah Dini Shanti, seorang IRT sebagaimana pengakuannya di blog, ”puji Tuhan, saat ini saya mendapatkan Rp. 30 juta/bulan. Selain punya tabungan yang cukup demi masa depan anak-anak, yang bikin bahagia karena saya masih memiliki cukup waktu untuk anak-anak, untuk menjadi upik abu di rumah....” 4
             Internet dengan beragam manfaat dan sejumlah pengaruh negatifnya, bagaikan pisau bermata dua bila tak digunakan sebagaimana mestinya. Sebagai orang terdekat, seorang ibu harus mampu memilah mana situs (website) yang baik bagi putra-putrinya. Menjauhkan atau bahkan melarang anak-anak dari internet, justru merupakan langkah yang kurang bijak. Bagaimanapun juga, internet merupakan salah satu produk TIK yang seyogyanya dioptimalkan untuk pemberdayaan diri dan keluarga. 
DAFTAR REFERENSI :
1) Ibu Rumah Tangga di Inggris Paling Banyak Menghabiskan Waktu dengan Internet, diunduh dari http://erakomputer.com/content/berita/01/Ibu-rumah-tangga-di-Inggris-paling-banyak-menghabiskan-waktu-dengan-internet
2) Internet Harus Dimanfaatkan Secara Optimal, diunduh dari http://www.ibuonline-kotabatu.co.cc/
4) Manfaat Internet Untuk Kita, diunduh dari http://dini-shanti.com/iburumahtangga/index.php?id=beautytime&s1rot=fbaddCCku&judul=Manfaat-Internet-Untuk-Kita
*
-->Postingan ini diikutkan dalam kompetisi "Kartini Digital 2011" yang diselenggarakan oleh XL
 

Kamis, 31 Maret 2011

KEJUTAN DARI IBU SURI

-->
Cerita untuk anak usia 7-10 tahun

-->
Krrr... Krrr... krrr... jam weker di meja kecil samping tempat tidur Putri Miela berbunyi. Putri Miela mengusap-usap matanya sebelum mematikan jam weker. Ia biasa menyetel jam wekernya pukul tujuh pagi. Di sebelahnya, masih tertidur pulas Putri Milea.
”Selamat pagi, adik kembarku! Waktunya sarapan. Ayo bangun, ayo bangun!” terdengar suara seseorang dari alat pengeras suara.
Itu suara kakaknya Putri Miela yakni Pangeran Morgan. Putri Miela sendiri adalah kakaknya Putri Milea. Mereka berdua anak kembar, yang usianya lebih muda 10 tahun dari Pangeran Morgan. Pangeran Morgan sendiri berusia 17 tahun. Mereka bertiga tinggal di Istana Alston, yang ada di Negeri Althea. Negeri Althea merupakan sebuah negeri kerajaan kecil di tepi Laut Miterania.
Setelah membersihkan diri, kedua putri cilik itu lekas turun ke bawah menuju ruang makan. Putri Miela mengenakan gaun putih polos dengan pita bando biru melengkung di rambutnya yang pirang. Sementara Putri Milea menggunakan gaun bermotif bunga mawar, dengan bandana polkadot merah membingkai rambut coklatnya. Setibanya di ruang makan, mereka berdua duduk di kursi yang telah dipersiapkan untuk mereka.
”Hai, Miemi! Apakah semalam tidur kalian nyenyak?” sapa Pangeran Morgan dengan menyingkat nama adiknya. Miemi itu singkatan dari kata ”Miela” dan ”Milea”.
”Tentu saja!” jawab kedua putri serentak.
”Pagi ini, kakak menerima sebuah surat. Baru saja diantar oleh kurir. Surat itu dari seseorang yang istimewa, yang ditujukan untuk kalian berdua,” kata Pangeran Morgan sambil mengoles mentega ke roti tawarnya. Pangeran Morgan gemar sarapan dengan sandwich.
”Seseorang istimewa?” tanya Putri Miela.
”Untuk kami?” sambung Putri Milea. Kedua putri saling pandang, usai mendengar cerita kakak mereka.
”Ya, benar. Ayo tebak, kira-kira siapa?” Pangeran Morgan menaruh dua lembar daging hamburger ke roti tawarnya.
”Pangeran Darius?” tebak Putri Miela menyebut nama pamannya yang gemar mengajak jalan-jalan dengan kereta kuda.
”Bibi Esmeralda?” tebak Putri Milea menyebut nama adik bundanya yang kalau sedang menginap, sering mengajak mereka membuat pizza jamur.
”Bukan, bukan mereka. Surat itu dari Ibu Suri,” kata Pangeran Morgan sambil mengolesi saos ke roti. 
”Wah, surat dari nenek!” seru Putri Miela senang.
”Suratnya mana, Kak?” tanya Putri Milea.
”Nanti ya! Sekarang kalian sarapan saja dulu,” ujar Paman Morgan sebelum melahap sandwich.
Putri Miela dan Putri Milea menurut. Kedua putri cilik segera menyantap bubur gandum kesukaan mereka. Selama makan, mereka tidak berisik. Mereka diajarkan oleh bunda, Ratu Helen, untuk tidak ngobrol sambil makan. Kata bunda, kalau makan sambil ngobrol bisa tersedak.
Usai sarapan, Pangeran Morgan mengajak kedua adiknya ke ruang kerja Raja Mostkovich, ayah mereka. Kebetulan Raja dan Ratu sedang ke luar negeri, memenuhi undangan dari negara tetangga.
”Ini suratnya. Bacalah,” ucap Pangeran Morgan setelah mengambil sebuah amplop berwarna hijau muda kekuning-kuningan dari meja ayahnya.
Putri Miela menerima amplop dari kakaknya. Perlahan-lahan, ia membuka amplop itu. Sambil berdiri, tulisan dalam surat itu dibacanya dengan lantang.


Cucuku sayang, apa kabar? Nenek harap, kalian semua dalam keadaan yang sehat dan selalu ceria. Cucuku, sebentar lagi nenek akan berulang tahun. Nenek ingin memberi kejutan untuk kalian. Tapi sebelum kalian memperoleh kejutan itu, kalian harus bisa menebak teka-teki ini. Kejutan itu akan diberikan kepada cucu nenek yang menjawabnya dengan benar. 
Kalian siap? Berikut ini petunjuk kejutannya, disimak ya!

        Aku paling senang bulu-buluku dibelai manusia.
        Aku gemar sekali tidur, makanya dijuluki hewan pemalas.
        Aku suka berada di tempat yang tinggi seperti pohon atau genteng.
        Setiap melompat, aku bisa mendarat dengan mantap menggunakan keempat kakiku.
        Aku bisa melihat dalam kegelapan.
        Siapakah aku?

Nenek yakin, kalian pasti bisa menjawabnya. Nenek tahu, kalian anak yang pintar. Jadi, selamat memecahkan teka-teki ini!

Salam sayang,
Nenek.

”Kak, aku tahu jawaban teka-teki ini!” tandas Putri Miela bersemangat usai melipat dan memasukkan kembali surat nenek ke dalam amplop.
”Aku juga tahu!” timpal Putri Milea, ”lantas, bagaimana kita menjawab surat dari nenek, Kak?”
Pangeran Morgan berjalan ke belakang meja. Ia menarik kursi, duduk, lalu berkata, ”Ada tiga cara membalas surat nenek. Pertama, dengan mengirim surat balasan melalui pos atau kurir istana. Kedua, melalui faksimile dan ketiga, melalui email atau surat elektronik.
“Kalau dulu kan kakak pernah bilang, email adalah surat yang dikirim lewat internet. Lantas, faksimile itu apa, Kak?” tanya Putri Milea.
”Itu mesin faks, singkatan dari faksimile,” jawab Pangeran Morgan menunjuk mesin faks di sebelah meja kerja ayah, ”dengan mesin itu, kita bisa mengirim surat ke suatu tempat dalam waktu singkat.
Putri Milea mengangkat telunjuk kanannya, “Aha! Kita balas surat nenek dengan mesin faks saja, Miela!”
Putri Miela menggeleng, “Jangan! Mendingan lewat surat biasa saja. Kan asyik bisa nulis pakai spidol warna-warni.”
“Enggak mau! Aku pilih pakai mesin faks saja, biar cepat sampai. Kalau kamu mau pakai surat biasa, ya silakan,” ujar Putri Milea, “Kak, tolong ajarkan aku menggunakan mesin faks ya!”
Ketika Pangeran Morgan baru akan mengajari Putri Milea cara menggunakan mesin faks, Putri Miela keluar dari ruang kerja ayah. Ia menuju kamarnya untuk menulis jawaban teka-teki dari nenek. Putri Miela mengambil satu kertas bergambar Hello Kitty, kemudian menuliskannya dengan spidol warna-warni. Setelah itu, ia masukkan kertas ke dalam amplop. Tak lupa, ia menuliskan tujuan amplop itu dikirim. Putri Miela lalu membawa amplop itu ke bawah. Ia minta seorang pelayan untuk menyerahkannya ke kurir istana, agar lekas dikirim. Kebetulan tempat tinggal nenek sangat jauh. Nenek tinggal di Istana Byron, yang terletak di di kaki gunung Byron, gunung non-aktif di Negeri Althea.
***
Siang hari, sebuah paket tiba di Istana Istana Alston. Di bagian atas paket itu, tertulis nama Putri Milea. Pelayan segera mengantarkan paket ke kamar Putri Milea. Putri Milea cepat-cepat membukanya.
”Wah, Alzena! Asyiiik!” seru Putri Milea girang melihat isi paket.
Alzena adalah buah khas Negeri Althea. Buah itu hanya tumbuh di kaki gunung Byron. Masa panennya pun dua tahun sekali. Cukup lama ya? Alzena bentuknya bulat panjang seperti timun, namun rasanya mirip campuran melon dengan tomat. Manis-manis asam gitu deh. Oleh penduduk setempat, Alzena dipercaya bermanfaat untuk menjaga kekuatan rambut agar tak mudah rontok. Kedua putri cilik sangat menyukai buah itu.
Putri Milea keluar dari kamar. Ia ingin menunjukkan buah Alzena kepada kedua kakaknya. Putri Miela cemberut, mengetahui dirinya tak diberi paket yang sama oleh nenek. Pangeran Morgan yang melihat Putri Miela seperti itu, tertawa geli.
”Hei, adik manis. Enggak perlu berkecil hati begitu,” Pangeran Morgan mengelus rambut Putri Miela, “nanti kalau suratmu sudah dibaca nenek, pasti ia akan mengirim Alzena untukmu juga. Asalkan jawaban teka-teki yang kamu tulis itu tepat.”
”Kenapa surat Miela belum sampai juga, Kak?” Putri Miela mulai terisak.
”Mungkin suratmu masih dalam perjalanan. Jadi bersabarlah,” tukas Pangeran Morgan.
”Apa kubilang, lebih baik membalas surat nenek lewat faks daripada surat biasa. Sekarang kamu lihat kan, jawaban teka-tekiku lebih dulu dibaca nenek,” timpal Putri Miela sambil menyantap Alzena seorang diri.
”Iya deh, lain kali Miela akan menggunakan mesin faks biar cepat sampai. Kak, mau kan ajari Miela menggunakan mesin faks?” tanya Putri Miela kepada Pangeran Morgan.
”Sini, biar aku saja yang ngajarin. Aku ngerti kok, apa yang dijelaskan kakak tadi pagi,” sahut Putri Milea. Ia memberi isyarat kepada Putri Miela untuk mengikutinya ke ruang kerja ayah.
Setelah melahap gigitan terakhir Alzena, Putri Milea membersihkan tangannya dengan tisu. Kemudian, ia mengambil kertas dan menuliskannya.
”Perhatikan baik-baik. Mula-mula, tuliskan pesan di surat yang akan dikirim, seperti ini. Kalau sudah, masukkan kertas ke bagian feeder mesin faks. Lalu tekan nomor telepon mesin faks yang dituju. Setelah tersambung, tekan tombol untuk mengirim,” jelas Putri Milea sembari menunjuk sebuah tombol, ”sejak itu, kertas yang mau dikirim sedang diproses pengirimannya. Beberapa saat kemudian, sampailah surat yang persis sama dengan aslinya di mesin faks tujuan.
”Wah, wah, ternyata mudah ya!” takjub Putri Miela usai mendengar penjelasan adiknya.
”Mudah dan cepat. Faks itu layaknya fotokopi jarak jauh,” tambah Pangeran Morgan.
”Jadi, masih ingin mengirim surat lewat kurir lagi?” canda Putri Milea.
”Enggak. Tapi kalau mau kirim barang, baru minta tolong kurir istana. Kirim barang kan, nggak bisa lewat faks,” jawab Putri Miela lugu. Pangeran Morgan dan Putri Milea tergelak mendengar jawaban Putri Miela yang agak lucu.
Sebuah suara menghentikan gelak tawa mereka. Rupanya, ada sebuah pesan masuk ke mesin faks. Putri Milea lekas meraih kertas yang berisi pesan itu, untuk dibacanya dalam hati. Kertas itu lalu diserahkan kepada kakaknya, Putri Miela. Putri Miela gembira mengetahui nenek telah menerima jawaban teka-tekinya. Nenek juga berpesan, untuk menunggu ”kejutan yang sebenarnya” yang diperkirakan akan tiba malam hari.
***
            Setelah makan malam, Pangeran Morgan dan kedua adiknya menunggu ”kejutan yang sebenarnya” di ruang tamu. Putri Miela yang belum menerima paket dari nenek, tampak cemas dengan ”kejutan” yang akan diterimanya. Apakah aku akan menerima buah Alzena juga seperti Milea, gumam Putri Miela. Pangeran Morgan dan Putri Milea geli melihat Putri Miela berjalan mondar-mandir seperti setrika pakaian yang disetir.
            Sekian menit kemudian, sebuah ketukan terdengar dari balik pintu depan istana. Seorang pelayan menyatakan, baru saja menerima sebuah paket dari kurir. Paket itu lebih besar dari paket yang diterima oleh Putri Milea siang tadi. Putri Miela lekas meminta pelayan meletakkan paket itu di atas meja. Putri Miela merasakan gerak-gerik dari dalam paket itu saat berupaya membukanya. Dan isi paket itu adalah....
”Wow, kucing! Ini pasti anak-anaknya Anabelle,” seru Putri Miela, kemudian ia menggendong satu dari tiga anak kucing.
Anabelle dan Jack adalah kucing piaraan nenek. Mereka berdua telah memiliki anak kucing yang banyak. Putri Miela dan Putri Milea sangat suka pada binatang itu. Suatu hari mereka minta satu anak kucing kepada nenek, tapi sayang belum diizinkan. Sekarang mereka malah dikasih tiga anak kucing!
”Oh, jadi ini yang dimaksud nenek ”kejutan sebenarnya”. Pantesan, nenek memberi kita teka-teki seperti itu. Kamu ingat nggak, di surat itu, nenek menuliskan ”petunjuk kejutan” dan bukannya ”petunjuk teka-teki”?” kata Putri Milea.
”Ya, aku ingat! Jadi tak semestinya ya, kita penasaran dengan kejutan ulang tahun nenek. Dengan menjawab teka-teki itu, kita sendiri seharusnya sudah tahu kejutan dari nenek,” sambung Putri Miela.
”Hei, siapa yang penasaran? Bukannya kamu yang dari tadi mondar-mandir?” goda Putri Milea.
Pangeran Morgan terkekeh melihat Putri Miela wajah memerah dadu.
”Sudah ah, jangan menggodaku terus!” gerutu Putri Miela.
”Nah, karena nenek telah memberikan sebagian kucingnya kepada kalian. Itu artinya nenek percaya kalau kalian akan mampu menjaga kucing-kucing ini. Jadi, dirawat baik-baik ya!” ujar Pangeran Morgan setelah menyudahi tawanya.
”Tentu saja!” jawab Putri Milea sambil mengelus-elus bulu anak kucing.
”Kami berdua mulai sekarang akan mengurus Wendy, Mia dan Kit sebaik-baiknya,” sambung Putri Miela seraya menyebutkan ketiga nama anak kucing pemberian nenek.
”Jadi, tugas kita sekarang adalah memberi ”kejutan balasan” buat nenek. Nah, kalian sudah menyiapkan kado untuk Ibu Suri?” kata Pangeran Morgan.
”Oh ya, aku lupa!” celetuk Putri Milea menepuk dahinya.
”Tak terpikirkan juga olehku. Gara-gara sibuk memikirkan ”kejutan” dari nenek sendiri,” timpal Putri Miela.
Pangeran Morgan tersenyum jahil, ”kalau begitu, mari kita pikirkan dari sekarang!”
Dan, semuanya tergelak.
  
                                                                    THE END
 
Sumber referensi yang mendampingi penulisan naskah ini :

http:// id.wikipedia.org/wiki/Faksimile
 
*naskah ini diikutsertakan dalam :