Senin, 31 Oktober 2011

(GoVlog-Umum) Ketika Ancaman Palsu Ditanggapi Serius

-->
Suatu hari pada bulan April tahun 2008, ponsel yang belum genap dua tahun aku pakai, hilang di perpustakaan kampus. Kejadiannya begini, usai internetan di lantai 2, aku turun ke lantai 1 guna mencari buku-buku untuk keperluan tugas paper. Saat sedang mencari buku, aku nggak sadar menaruh handphone di rak. Aku berpindah dari satu rak ke rak yang lain. Hingga pada akhirnya saat aku mau sms teman, aku baru sadar handphone-ku sudah tak berada di genggamanku. Wajar, aku langsung panik. Aku memeriksa rak-rak yang tadi kulewati. Hasilnya nihil. Aku lapor ke petugas perpustakaan, tapi ia tak menjamin dapat menemukan handphone-ku. Aku sempat memintanya untuk melakukan penggeledahan pengunjung perpustakaan, ia tak keberatan. Tapi, terlebih dulu ia menyampaikan resiko tindakan itu. Ya, kalau beruntung, handphone-ku masih bisa ditemukan saat penggeledahan. Tapi bila kurang beruntung, udah HP tak ditemukan, aku bisa dimusuhi seantero kampus! Menyadari resiko yang begitu besar, rencana penggeledahan itu pun dibatalkan. Aku memilih pulang saat itu juga.
            Dalam perjalanan pulang, aku meratapi hilangnya HP itu. Memang, aku masih menyimpan HP lama, tapi HP jadul itu tak secanggih HP yang hilang. Selama berhari-hari aku merasakan kehilangan yang sangat. Di HP Nokia 6600 itu tersimpan banyak file dan nomor kontak yang belum sempat di-back up. Aku sungguh kecewa sama orang yang mengambil HP-ku. Betapa tidak, jauh hari sebelum HP-ku dicuri, aku menemukan HP di perpustakaan yang sama. Tapi tak aku jadikan milik sendiri, meski ada kesempatan untuk berbuat itu. Aku memilih menyerahkan HP yang kutemukan kepada petugas perpustakaan agar dapat ditemukan oleh pemiliknya. Aku senang telah melakukan perbuatan baik, yakni dengan mengembalikannya secara tidak langsung kepada petugas. Sayangnya, ketika aku lalai meletakan HP di salah satu rak perpustakaan, orang yang menemukannya tidak menyerahkan HP itu ke petugas seperti yang aku lakukan. Aku sempat kesal, dan marah kepada Tuhan. Inikah balasan dari perbuatan baik, protesku kepadaNYA. Butuh sekian hari bagiku untuk bisa merelakan HP itu.

            Foto HP Nokia 6600 sewaktu belum hilang di perpustakaan.

Suatu malam saat menonton acara komedi di TV, aku terinspirasi untuk membuat ancaman palsu. Saat itu memang, aku belum punya HP pengganti. Tapi masih ada HP jadulku, yang jarang kubawa ke kampus. Berhubung ketika itu baru saja mengganti nomor, jadi belum banyak teman yang tahu, kecuali keluarga. Lantas aku mulai melaksanakan rencanaku untuk iseng mengerjai sobatku, Any.
Malam itu juga, aku mengirim pesan kepada Any dengan nomor baruku. Isi pesan itu seakan-akan berasal dari orang yang mencuri HP-ku. Aku tak ingat pasti apa yang kutulis tempo hari, tapi kurang lebih isinya seperti ini.
"Sepertinya kamu teman dekat pemilik HP yang kemarin aku curi. Soalnya ada banyak pesan di inbox HP ini darimu. Oke, to the poin aja. Akulah yang mengambil HP temanmu di perpustakaan tempo hari. Bila temanmu ingin aku mengembalikannya, sampaikan padanya, ia harus menyiapkan uang 500 ribu. Lalu letakan uang itu di bawah kandang ayam kampus. Aku akan mengawasi kandang ayam itu dari jauh. Bila kulihat salah satu dari kalian sudah meletakan amplop berisi uang, 30 menit kemudian akan kuletakan HP temanmu di bawah kandang ayam juga. Tapi awas, jangan coba-coba menghubungi satpam, atau transaksi ini batal!"
Setelah kukirim pesan bernada ancaman itu kepada Any, aku tersenyum-senyum sendiri membayangkan reaksi Any. Dalam bayanganku, Any bakal tak percaya dengan isi pesan itu. Kemudian ia akan mengabaikannya, karena sebelum-sebelumnya beberapa kali aku mengirim sms dari nomor ’asing’, Any mampu menebak akulah si pengirim ’iseng’ itu. Eh nggak tahunya, perkiraanku meleset. Beberapa menit setelah pesan itu terkirim, telepon rumahku berdering. Aku terkejut saat kakak mengatakan Any-lah yang menelepon. Betapa tidak, aku tahu malam itu Any sedang menginap di Bogor. Bukan di rumahnya, tapi di sebuah mess yang disewa oleh sebuah organisasi yang diikutinya.
Dengan ragu-ragu, aku menerima panggilan Any. Terdengar nadanya yang was-was, saat ia menyampaikan pesan 'si pencuri HP' kepadaku. Tapi sebelum aku menanggapinya, aku bertanya dahulu, ia menelepon dari HP atau dari mess. Ternyata demi menyampaikan pesan itu, ia dan temannya sampai minta izin ke wartel malam-malam kepada ketua organisasinya! Oh, Tuhan! Sungguh yang terjadi, di luar bayanganku. Aku jadi tak tega untuk langsung mengatakan bahwa pesan itu adalah lelucon, mengingat perjuangannya mencari wartel. Jadi, aku putuskan untuk melanjutkan 'akting' yang diluar 'skenarioku' itu. Dalam pembicaraan di telepon, aku pura-pura shock dan bingung menanggapi ajakan transaksi 'si pencuri'.
"Yaudah terserah lo mau terima tawaran itu atau nggak. Gue cuma menyampaikan aja ke lo. Udah ya, gue harus cepat balik ke mess," suara Any di seberang sana.
Sekian detik kemudian, pembicaraan diantara kami pun usai. Any kembali ke mess, sementara aku terbengong-bengong tak percaya dengan apa yang barusan kulakukan.
"Hei, Dini! Selamat, kamu telah mengerjai salah satu sobatmu. Aktingmu bagus sekali, mungkin kamu pantas mendapat nominasi Panasonic Awards," nuraniku terusik.
Oh, tidak! Sungguh, aku merasa bersalah. Tapi di sisi lain, aku belum punya keberanian untuk mengakuinya kepada Any. Jadi ketika kami bertemu lagi di kampus keesokan harinya, aku meneruskan 'aktingku', meski dalam hati aku terkikik geli sekaligus merasa bersalah. Aku baru melakukan pengakuan dosa kepada Any saat jelang puasa Ramadhan tahun 2008 lalu. Momen yang tepat bukan untuk saling bermaafan? Hehehe....
Mau tahu bagaimana reaksi Any? Ia tak marah, hanya pura-pura termehek-mehek. Sungguh baik sekali sobatku itu. Mungkin pemilihan momen yang tepat sedikit-banyak mempengaruhi responnya. Coba kalau aku langsung mengakuinya saat ia menelepon dari wartel dulu, entahlah bagaimana reaksinya. Aku tak berani membayangkannya, hahaha....
Any, melalui tulisan ini, sekali lagi aku mohon maaf atas 'aktingku' tempo dulu. Sungguh, di luar perkiraanku kalau kau akan menanggapi serius pesan 'si pencuri HP' itu. Kamu memang salah satu sobat terbaikku. Any yang terlalu pintar untuk dikelabui *kecuali oleh ancaman palsu itu, sekaligus terlalu baik untuk marah atas perbuatanku. Aku tetap dan akan menyayangimu, Sobat. 

--------------------------------------------  SELESAI  -----------------------------------------------------


Tulisan ini diikutkan dalam kontes
-->XL GoVLOG, info bisa dilihat di  http://www.vivanews.com/xl_govlog

Bukti send to twitter dan follow: