Minggu, 20 Mei 2012

Leo, Si Sepatu ‘Nakal’ nan ‘Garang’


Ketika sepatu sekolah mulai terasa sempit, saya mohon kepada Bunda agar dibelikan sepatu yang baru. Kebetulan hari itu, kakakku yang nomor dua mau ke mall bareng teman-temannya. Maka, Bunda pun menitipkan pembelian sepatu baruku kepada kakak. Saat pulang, kakak menenteng sebuah kardus berisi sepatu sport berwarna hitam. Begitu melihatnya, aku langsung menyukai sepatu itu. Bodinya tampak gagah, terasa mantap di bawah telapak kaki. Selain itu, bagian belakang solnya tebal. Jadi kala aku mengenakannya, aku terlihat lebih tinggi beberapa sentimeter. Hm... cara menambah tinggi badan secara instan, hehehe...

Tak tahunya, tungkak sepatu yang agak tebal justru membuatku sering keseleo. Tak terhitung deh, berapa kali kedua kakiku secara bergantian terkilir. Akibat acapkali keseleo, aku menamai sepatuku itu Leo, hahaha.... Lama kelamaan aku tak tahan juga, memakai sepatu yang membuat kakiku ngilu hampir setiap hari. Aku pun melancarkan protes kepada kakak, mengapa ia membeli sepatu yang bersol tebal. Padahal ia tahu, aku tak terbiasa mengenakan sepatu bersol tebal. Bunda akhirnya menengahi kami, dengan menjanjikan sepatu baru. Namun, aku harus bersabar menunggu Bunda gajian lagi di bulan berikutnya. Hiks....  (T_T)

Ada cerita lain seputar Leo. Ketika diajak berlari, entah mengapa ia suka melepaskan diri. Yup, aku paling sebal kala pelajaran olahraga. Tiap lari pemanasan atau olahraga lain yang mengharuskan kita lari, Leo sering membuatku harus berbalik arah untuk memungut dan memasangkannya kembali ke telapak kakiku. Tak jarang aku menuai senyuman maupun gelak tawa teman-teman ketika Leo tertinggal.
"Vit, sepatu kirimu di belakang, tuh. Jangan ditinggalin dong!"
"Grrrh...!" rutukku kesal pada Leo yang menjadikanku bahan olokan teman.

Puncak 'kenakalan' Leo terjadi saat permainan basket antar siswa kelas 1 C. Sebatas ingatanku, aku yang kala itu habis merebut bola dari lawan, langsung menggiringnya dengan laju kencang. Baru sampai tengah lapangan, kurasakan langkah kaki kanan mulai tak seimbang. Lagi-lagi, si Leo membuatku keseleo. Bisa ditebak, sepersekian detik kemudian aku tersungkur. Malangnya, tak cuma aku saja yang terjatuh. Lawan yang sedari tadi mengawal pergerakanku pun ikut terjatuh menindihku. Jadi tak hanya kaki yang nyut-nyutan, badanku juga terasa sakit. Sejak itu, aku keluar dari permainan. Mustahil aku bermain dalam kondisi kaki yang terpincang. Tapi untunglah, tim yang kubela jadi pemenang. Dan yang tak kusangka adalah aku terpilih sebagai pemain terbaik dalam laga itu. Walau memang, aku tak meraih penghargaan Most Valuable Player atau Man Of The Match layaknya di pertandingan resmi. Namun mendapati diriku menuai pujian dari teman-teman sekelas, maka boleh kan aku menyimpulkannya demikian. ( ̄▽ ̄)

Aku senang teman-teman menyukai permainanku. Meski tampil dengan sepatu yang membuatku kurang nyaman memakainya, namun aku masih bisa mencetak beberapa poin dan assist. Itu semua berkat Leo, sepatuku yang ‘nakal’, sekaligus ‘garang’. Terima kasih, Leo....   (。◕‿◕。)  

Beberapa hari kemudian, Bunda telah gajian. Kakakku kembali jalan-jalan ke mall dengan teman-temannya. Bunda pun menitip lagi uang untuk membeli sepatu baruku kepada kakak. Syukurlah, kali ini kakak membelikan sepatu yang tungkak sepatunya tak setebal Leo, sehingga terasa lebih nyaman jadi pijakan. Sejak itu, Leo terpaksa pensiun dini. Ah, Leo, andai saja tapak kasutmu tidak terlalu tebal, mungkin masa baktimu lebih panjang dari satu bulan....
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - THE END - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

NB.

Tulisan ini diikutsertakan dalam :

LombaMenulis AKU DAN SEPATUKU