Sabtu, 31 Mei 2014

Sekali Melancong, Dua-Tiga Wisata Terlampaui

Menjawab pertanyaan, “kenapa gue harus pergi ke Inggris?”

Negeri Pangeran Charles itu dikenal gudangnya aktor/aktris, olahragawan hingga musisi kelas dunia. Selain itu, banyak spot wisata menarik di sana yang mampu menarik jutaan pelancong dari penjuru dunia. Dan seperti pepatah, sekali mendayung 2-3 pulau terlampaui. Maka sekalinya datang ke Inggris, 2-3 (jenis) wisata gue lampaui semuanya. Soale gue pengen berwisata sejarah, wisata pertunjukan, sekaligus wisata (tempat) olahraga. Dan, inilah spot-spot incaran gue bila jadi pelesiran gratis ke Inggris bareng Mister Potato :   

Tur ke Old Trafford
Sebagai bolamania yang menggemari klub MU, so pasti gue menyimpan impian bisa ke stadion Old Trafford suatu hari nanti. Saking ngebetnya, sampai-sampai nempelin stiker bertuliskan "Old Trafford" di pintu kulkas, dan terus mensugesti diri gue dengan kata-kata "ada banyak jalan ke OT". Nah, siapa tahu kontes blog ini merupakan 'jalan' gue berkunjung ke kandang MU. Bila ya, gue tentunya happy dan bersyukur. Tapi okelah, hal yang belum pasti, mari kesampingkan dulu. Andai kata beneran terwujud, gue udah punya bayangan bakal ikut tur stadion OT yakni program keliling stadion, di mana peserta dapat lihat-lihat dalemnya OT kayak gimana, ngintip ruang ganti pemain MU, mengamati beragam koleksi trofi di Museum MU, serta berbelanja di MU Megastore.
Di bagian luar stadion OT, gue pengen nemplok eh nampang di patungnya Sir Alex dan patung para legenda MU. Setelah puas ‘ngubek-ngubek’ OT, kunjungan beralih ke tempat latihan alias Carrington Training Ground. So pasti di sana kita dapat menyaksikan para pemain MU berlatih, dan siapatahu bisa SKSD dengan Rooney cs pas waktu istirahat *ngarepdotcom. Tentunya, sesi jeprat-jepret nggak ketinggalan do_onk ya! ;)
Dari Carrington, next beranjak ke National Football Museum. Di sana gue mau lihat koleksi museum sekaligus belajar sejarah persepakbolaan Inggris. Mengingat Inggris kaya akan stadion-stadion megah nan bersejarah, tentu gue senang bila sekalian mampir ke Etihad Stadium, Emirates Stadium, Stamford Bridge, White Hart Lane, Anfield, dan Goodison Park. Ingin tahu bagaimana klub-klub Inggris mengelola operasional stadion mereka.   
Selain dikenal sebagai kota pelabuhan, Manchester dikenal juga sebagai pusat hiburan di negeri Ratu Elizabeth. Jadi nggak afdhol kalau nggak mampir ke Manchester Evening Arena atau Castlefield Outdoor Event Arena buat nonton pertunjukan musik. Pilihan lain, bisa ke Philip park, Openshaw park atau Delamere park, yakni taman-taman yang menggelar acara Party in the Park. Di sana gue mau lihat beragam aksi musisi debutan lokal. 


Stretford End, tribun barat stadion Old Trafford (kini berubah menjadi Sir Alex Ferguson Stand) adalah tempat 'mangkal' fans garis keras/fanatik MU. Semoga di masa depan, gue bisa mengisi salah satu slot di tribun sana.
Sumber foto : Fanpage FB UNITED ARMY INDONESIA

Museum The Beatles Story
Siapa yang nggak kenal The Beatles? Band legendaris asal Inggris di era 1960-an. Walaupun grup musik yang beranggotakan John Lennon, Paul McCartney, George Harrison dan Ringo Star itu udah lama bubar, sebagian personilnya pun telah tiada, tapi lagu-lagu mereka everlasting. Sebut saja Let It Be, Hey Jude!, Obladi-Oblada, Lemon Tree, All You Need is Love, dan masih banyak lagi hits mereka yang awet di memori penggemarnya. Gue sendiri mulai kenal dan menyukai lagu-lagu The Beatles sejak akhir 1990-an atau awal 2000-an. Tapi harus gue akui, gue nggak tahu banyak kisah perjalanan karir mereka. Paling, sebatas yang udah diceritain di acara musik edisi spesial The Beatles yang ditayangkan di N*T TV baru-baru ini. Makanya, gue nggak akan nolak bila diberi kesempatan sowan ke Museum The Beatles Story. Gue pengen masuk ‘tuk ngerasain lagi atmosfer lagu-lagu The Beatles, mau lihat koleksi piringan hitam, alat musik mereka, serta dokumentasi lainnya. Dan, entah kenapa gue yakin bakal kembali ke masa kejayaan band asal Liverpool di museum itu. And all that I can see is just a yellow lemon tree. I'm turning my head up and down. I'm turning, turning, turning turning, turning around....

Tampak depan Museum The Beatles Story
Sumber foto : www.beatlestours.co.uk

King’s Cross Station and Platform ¾
Gue inget, dalam suatu adegan film Harry Potter, Harry dan teman-temannya masuk ke dalam peron 9 ¾ untuk naik kereta Hogward Express. Nah, peron bernomor unik itu letaknya di King’s Cross Station. So bila gue mampir ke King’s Cross Station, gue pengen lihat dinding bertuliskan Platform 9 ¾ itu dari dekat. Terus coba-coba iseng meraba dinding tersebut, manatau nemu tombol pembuka dinding yang dibaliknya lagi menunggu kereta... Argo Lawu! Bukan deng, Hogward Express :p
Abis itu, pengen foto dengan troli jadi-jadian. Itu lho, troli di film berjudul sama, yang cuma keliatan setengah badan aja, separuhnya lagi (seolah-olah) menembus dinding. Nah, kalau gue berpose lagi ngedorong troli jadi-jadian itu kan nanti judul fotonya : “Troli Setengah Masuk” atau “Troli-Troli di Dinding”. 

Big Ben
Suatu daerah atau negara terkadang memiliki sebuah penanda khas berupa bangunan a.k.a landmark. Salah satu bangunan yang sering dijadikan landmark adalah menara. Di Bukit Tinggi misalnya, ada menara jam raksasa yang berdiri sejak zaman kolonial Belanda. Inggris juga punya landmark serupa di kota London. Sebuah menara jam yang terletak di Gedung Parlemen, Westminster itu amat terkenal seantero dunia. Rupanya yang unik, antik, dan terkesan megah, pantas menjadikannya ikon ibukota negeri Ratu Elizabeth. Kata orang, belum ke Inggris namanya bila belum mampir ke BigBen. Maka dari itu, gue mesti/kudu/wajib/fardu’ain nampang dengan latar BigBen nanti. Biar dikata pernah ke Inggris gitu *kibas jambul :p Andai kata Gedung Parlemen dibuka untuk umum, gue juga pengen masuk ke dalam, lihat-lihat interior dalamnya seperti apa. Tapi kabarnya sih, Gedung Parlemen terbuka untuk umum tiap musim panas saja. Sementara kalau jadi nge-trip bareng Mister Potato, ke London-nya kan pas musim gugur. So mesti puas hanya menikmati arsitektur bergaya gothic-nya dari luar gedung.   

Ini dia penampakan BigBen dan Gedung Parlemen di Westminster, London.
Sumber foto : www.shedexpedition.com

Westminster Abbey
Abis selfie di depan Gedung Parlemen, tinggal ngesot ke belakang BigBen, nyampe deh di Westminster Abbey. Itu lho, gereja pas royal weedding-nya Pangeran William dan gue, eh Kate Middleton. Westminster Abbey nggak kalah bersejarahnya dengan Gedung Parlemen-BigBen. Sejak tahun 1066, dijadiin tempat penobatan raja dan ratu Inggris. Kabarnya, di dalam gereja antik ini masih terpasang pintu tertua se-Inggris! Pintu yang diperkirakan udah ada sejak era Anglo Saxon (tahun 1050-an), terbuat dari pohon yang tumbuh di abad pertengahan. Kalau boleh masuk ke sana, gue pengen nyentuh dan narik tuh pintu. Manatau begitu dibuka, gue tersedot ke dalam, lalu ujug-ujug muncul di tengah pertempuran antara pasukan... The Jakmania vs Viking Persib *lah? :D

London Eye
Seumur-umur gue belum pernah tuh naik Bianglala, kalau biangkerok kekacauan sih pernah. Karena itu, gue bakal sempatin deh naik London Eye, Bianglala raksasa yang terletak di tepi Sungai Thames. Apalagi letaknya nggak jauh kan dari Gedung Parlemen-BigBen, cuma sepelemparan batako aja. Jadi gampang, tinggal meluncur atau ngesot thok ke sananya. Nah, pas di dalem Bianglala eh Mata London, nikmatin sepuasnya pemandangan kota London dari ketinggian 135 meter. Sejauh mata memandang, pasti awan semua #eh. Nggak deng, kita bisa melihat berbagai sudut kota London secara 360 derajat, seperti BigBen dan Gedung Parlemen Inggris, lalu-lalang kapal di sungai Thames, serta bangunan-bangunan kuno lainnya seantero London. Wuiiih, berarti baterai gadget mesti full nih, buat mengabadikan panorama tersebut. Kalau perlu, sedia powerbank sebelum lowbet :p  

London Eye. Tapi dipikir-pikir, mirip jangka juga ya si Mata London? ^o^a
Sumber foto : www.world-guides.com

Trafalgare Square (TS)
Landmark kedua di jantung kota London. Biasanya taman itu identik dengan rerumputan, pepohonan, dan bunga-bungaan. Beda dengan Trafalgare Square, taman tanpa rumput yang dikelilingi gedung-gedung tua. Area publik yang dibangun pada era Raja George IV berkuasa itu, tempat yang asik untuk kongkow-kongkow, nggak heran selalu dikunjungi ribuan turis setiap harinya. Di sana kita bisa menyaksikan pengamen dan sirkus jalanan, aneka patung manusia dan hewan, memberi makan bebek di kolam taman, atau sekadar duduk santai sambil menghangatkan diri dengan matahari sore. Nah, kalau gue berkesempatan ke sana nih, gue pengen menikmati aksi seniman jalanan. Di Indonesia jarang-jarangnya kan ya, ada sirkus jalanan. Paling banter aksi topeng monyet. Nah, gue pengen tahu sirkus jalanan di TS tuh kayak apa. Terus, kabarnya di sana para seniman beraksi aneh-aneh. Ada yang mengecat seluruh tubuhnya berwarna emas maupun perak, lalu duduk/berdiri (seolah-olah) mengambang, hiiiii. Makanya, gue jadi pengen selidiki, bongkar rahasia mereka. Apakah sebelum beraksi mereka ngemil tali tambang satu meter dulu gitu, biar bisa nggak napak tanah? Then, ngasih makan bebek kayaknya asik juga, deh. Kali aja bebek-bebek di sana mau nerima taburan bedak dari gue. Lah kok bedak? Iya, dedak mah dah biasa. Coba yang rada ektrim, bedak donk. Lagi juga, dalam tas gue lebih memungkinkan tersedia bedak, ketimbang dedak :p Sebelum ‘cabut’ dari TS, poto-poto dulu donk di depan patung Laksamana Nelson, dan patung lumba-lumba. Biar sampai Jakarta nggak dibilang begini : no statue = hoax      c(•ˆ ▽ ˆ•)>

Buckingham Palace (BP)
Kalau kediaman David Beckham dikenal dengan pelesetan Beckingham Palace, nah BP ini istananya Ratu Inggris. Ngarepnya sih di sana ketemu sama mantan pacar (khayalan) gue, Pangeran William. Kali aja doi lagi maen ke rumah neneknya, Maribeth eh Elizabeth. Terus pas William tahu kedatangan gue di BP, tetiba doi kangen ama gue, terus ngajak casciscus pas tea time, then ngenalin anaknya, Pangeran George, untuk gue selundupin ke Jakarta *otakkriminal. Tapi jikalau kita tak memungkinkan untuk bersua, minimal bolehlah lihat isinya BP dari dekat. Pengen tahu apakah BP semegah istana-istana dalam dunia dongeng semasa kecil gue dulu?
Terus, boljug tuh selfie-an ama penjaga istana BP yang berseragam merah dan bertopi tinggi item itu. Kata teman gue yang pernah setahunan di Inggris, tiap musim berganti, seragam tentara penjaga juga berganti. Nah, kalau jadi ke sana pas musim gugur, pengen tahu seragamnya ada tempelan dedaunan rontok nggak? Ntar biar gue tambahin ranting, terus mukanya gue cat loreng-loreng *ini mau foto apa penyamaran sih? Hehe... biariiin kayak Mr. Bean, yang kelewat iseng ‘make over’ penjaga istana sebelum sesi pemotretan. :D :p
Ohya, satu lagi, info dari teman gue, di depan istana BP ada taman St. James’s Park. Kalau pas musim semi, asik tuh katanya, bisa terapi mata dengan memandangi bunga-bungaan yang bermekaran. Berhubung rencana ngebolangnya saat musim gugur, nggak apa-apa deh lelarian di taman dengan view daun-daun yang menguningkecoklatan dan berguguran di bawah pohon. Lumayan kan, daripada lumanyun? Yah, sebagai pehobi jogging, gue kepengen banget menjajal St.James’s Park dengan sepatu lari gue. Kelar jogging, lanjut sepedahan keliling taman coz di sana katanya ada persewaan sepeda juga. Kalau capek gimana, yaaa tinggal leyeh-leyeh di bawah pohon jamur aja #eh :D atau nggak, istirahat sambil lempar-lemparin batu/koin ke kolam taman. Manatau yang mungut Pangeran Harry #eh lagi :p


Salah satu sudut St. James’s Park. Jalan setapaknya cucok banget buat jogging.
Dokumentasi : teman gue (Retno)

Yup, begitulah tur impian ala gue. Berharap bisa menarik perhatian dewan juri dan penyelenggara yang terhormat. Mister Potato, please accept my tour proposal! (˘ʃƪ˘)


Ngemil Eksis Smax Ring Biar Pergi Ke Inggris


Posting blog harus dilengkapi dengan foto peserta yang sedang memegang kemasan pack (bungkusan) produk (pilih salah satu) :
    a. Mister Potato : Mister Potato, Waavy, dan Veetos
    b. SMAX : Smax Ring, Smax Chippy, Smax Chip, dan Smax Balls


Gue dan ponakan suap-suapan Smax Ring. Aih, romantisnyooo! c(◦ˆ▽ˆ)>


Santap nasi goreng dengan Smax Ring, sebagai pengganti kerupuk. Enak lho!  (˘ڡ˘) 



                     Kapan dan di mana pun, enaknya makan Smax aja. We love Smax Ring! (ʃƪ'⌣')♥


NB :

Tulisan ini diikutkan dalam lomba blog Ngemil Eksis Pergi Ke Inggris Bersama Mister Potato

Rabu, 30 April 2014

Fun and Memorable at DUFAN

       Siapa yang nggak kenal Dufan a.k.a Dunia Fantasi? Tempat wisata seru yang berlokasi di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara. Beroperasi mulai 29 Agustus 1985, sejak itulah Dufan menjadi salah satu destinasi favorit warga Jakarta dan sekitarnya. Dengan konsep outdoor adventure theme park, Dufan menyajikan sejumlah wahana modern yang di-update setiap tahun. FYI, Dufan dibagi ke dalam beberapa kawasan sesuai karakteristik wahananya, antara lain Kawasan Asia, Kawasan Yunani, Kawasan Amerika, Kawasan Eropa, dan Kawasan Indonesia.

      Aku sendiri pertama kali ke Dufan tahun 1990-an bareng keluarga, waktu aku masih bocah yang gemes-gemesnya *heugh :D Abis itu kunjung ke Dufan beberapa tahun sekali, bersama keluarga juga. Jadi nggak setiap tahun yaa ke Dufan, walau domisili kami di ibukota negara, hehe. Kemudian, datang lagi kesempatan ke Dufan bareng teman-teman kuliah, tepatnya bulan Juni 2007. Wah, udah cukup lama ya, hampir 7 tahun yang lalu. Kalau nggak salah ingat, tiket Dufan pada masa itu kisaran 100 atau 150-an ribu rupiah. Harga yang masih bisa dijangkau oleh mahasiswa seperti kami. Jadi, tiga hari setelah kelar Ujian Akhir Semester (UAS) kami refreshing ke Dufan.

         Karena ingin puas-puasin main di Dufan, kami berniat datang lebih awal, pulang paling akhir. Oleh karena jam operasional Dufan mulai pukul 10 WIB, kami tiba 60 menit sebelumnya. Saat-saat menunggu pintu Dufan dibuka usai tiket dalam genggaman, kami habiskan dengan ngobrol, ngemil, pergi ke toilet, dan foto-foto narsis. Tak terasa jarum jam menunjuk pukul sepuluh, aku dan keempat belas teman bergegas menuju pintu masuk Dufan. Dan, wahana perdana yang kami sambangi adalah Kicir-Kicir. Terdengar mirip judul lagu daerah asal suku Betawi yah? ^o^a  

         Kicir-Kicir atau disebut juga Power Surge menyerupai kincir angin raksasa yang di tiap ujungnya terdapat kursi untuk penumpang. Kursi tersebut dapat berputar 360 derajat searah putaran kincir utama. Sebelum menaikinya, kami amati dulu wahana yang didatangkan dari Zamperia (Italia) itu dari bawah.

“Yakin lo Nyu, pengen naik ini duluan? Nggak yang ringan-ringan dulu buat pemanasan?” tanya Nyenyo kepada Nyu, panggilan akrab untuk Wahyu.

“Justru ini bagus untuk pemanasan, biar langsung panas, Nyo!” jawab Nyu, cowok tinggi berkepala plontos.

Etdah, pemanasan kok yaa wahana yang ekstrim sih, Nyuuu, batinku yang merasa pusing duluan sebelum naik Kicir-Kicir (+.+)

          Walau sempat ragu bin ngeri, akhirnya aku ikut teman-teman juga nyobain Kicir-Kicir. Setelah mengantri sekian menit, saatnya giliran kami menjajal wahana yang mulai beroperasi di Dufan sejak tahun 2002. Semua memilih kursi masing-masing, contohnya aku yang bersebelahan dengan Ghozy. Saat start, Kicir-kicir berputar pelan, kaki kami beberapa senti di atas tanah. Lambat laun Kicir-Kicir putarannya makin kencang, sontak terdengar suara-suara tak berirama. Kemudian Kicir-Kicir mulai ‘berulah secara brutal’. Ia tak hanya memutarbalik, tapi juga memelintir, meluncurkan manusia-manusia yang duduk di kursinya. Semenjak itu, dunia serasa berputar dalam sekejap. Tak tahan dengan pandangan yang ‘kabur’, kupilih memejamkan mata saja. Tak peduli telinga pekak oleh teriakan fales Ghozy, yang penting aku nggak merasa seperti lagi vertigo. Setelah berputar-putar satu menit, mendadak Kicir-Kicir stop berputar. Kami pun melayang di udara sejenak. Kubuka kelopak mataku, sekadar untuk mengecek apakah aku masih hidup atau setengah hidup alias pingsan.

“Vit, vit... lu kok nggak ada teriakannya sama sekali sih, Vit? Nggak takut ya?” heran Ghozy mendapati diriku yang kalem aja.

Dengan dada masih berdebar tak karuan, kujawab saja dengan ngasal, “gue lagi nyimpen suara buat wahana yang lebih ekstrim dari ini, Ghoz!” 

“Hoahooo...” teriak Ghozy, dan Kicir-Kicir pun kembali ‘berulah secara brutal’. Usai ber-dagdigdug ria sekitar dua menit, Kicir-Kicir perlahan-lahan menurunkan ketinggian dan kecepatan putarannya. Saat itulah, aku baru bisa teriak lepas. Bwahaha.. telat yah? Biariiin, yang penting plong rasanya :p Fiuuuh... bener-bener deh, wahana yang berada di Kawasan Eropa ini membuat kita merasakan sensasi diputar-putar melawan gravitasi. Hiii... pusyiiink! ‘Oleh-oleh’ abis naik Kicir-Kicir, pundakku berdenyut-denyut akibat terlalu kencang berpegangan pada kursi. So sebaiknya bila ingin menjajal Kicir-Kicir, be relax, jangan kaku, enjoy aja waktu badanmu diputer-puter kayak baling-baling helikopter.

1398877091791598671
Ini dia penampakan Kicir-Kicir alias Power Surge

13988771271538617591
Sesaat sebelum Kicir-Kicir beraksi, Reny bergaya, sementara Ayu berdoa

           Seperti dugaanku, akan ada wahana lebih ekstrim yang kami naiki setelah Kicir-Kicir yaitu Kora-Kora. Wahana berupa perahu raksasa yang diayun ke depan-belakang secara konstan. Seingatku, semasa bocah dulu, aku pernah naik Kora-Kora. Tapi berhubung udah lama juga nggak ke Dufan, aku tak begitu ingat sensasi menunggangi ‘bahtera Nuh’ itu. So, dengan tekad ’45 aku dan teman-teman menerima tantangan ekstrim Koka-Kola eh Kora-Kora. Aku duduk di kursi bagian tengah paling kiri, sebelah kananku berturut-turut Diyan, Ochie, dan Reny. Di hadapan kami, ada Ayu yang duduk sendirian, tak ada yang menemani *kasihan #pukpuk. Sisanya pada duduk di deretan belakang.
 
“Huhu... huhu... huoooh...!” Kora-kora belum beraksi, namun sebagian orang telah memamerkan pita suaranya. Etdah, curi start itu namanya (¬_¬)

     Begitu petugas memastikan semua penumpang telah aman, Kora-Kora pun siap dijalankan. Perahu raksasa bergerak, mula-mula dengan perlahan. Kala kecepatan ayunan perahu mulai mengencang, kupererat genggaman pada pegangan besi. Penumpang mulai riuh, merasakan sensasi diayun-ayun sekencang badai. Aku yang gemetaran tingkat Monas, memejamkan mata tiap perahu hendak menukik tajam dengan napas megap-megap dan baru berani membuka mata saat perahu menanjak. Di sebelahku, Diyan-Ochie-Reny tak henti-hentinya mentransfer rasa takut mereka ke dalam suara sopran yang tak berirama. Perahu pun kembali menukik, diiringi seruan Diyan yang terdengar seperti rintihan buaya sakit gigi. Waktu perahu menanjak lagi, sempat ’kuintip’ Ayu sejenak. Bibir mungilnya maju lima senti sambil mengeluarkan suara auuuoo khas Tarzanwati, seketika aku merasa berada di Hutan Jati.
       Setelah mengudara sekitar dua menit, Kora-Kora mulai mengurangi kecepatannya hingga benar-benar stop. Kelihatan raut plong yang amat kentara di wajah para penumpang.

"Akhirnya, landing juga. Heeeh... dua menit yang mendebarkan!" ujar Ayu ketika turun dari Kora-Kora.

"Yoi, gue serasa melayang kayak burung camar," celetuk Ochie, yang tadi rambutnya ‘bermekaran’ seperti ketiup angin bahorok.

Aku yang masih merasakan lutut lemas akut, cuma bisa menggumam dalam hati, “cukup sudah! Dua kali aja seumur hidup gue naik Kora-Kora. Nggak lagi-lagi deh!”

Emang bener deh, naik Kora-Kora tuh membuat nyawa kita seolah-olah ‘terbang’ dan waktu perahu menukik rasanya seperti terjun dari Eiffel. Oke, itu lebay.

Istana Boneka terpilih sebagai wahana ketiga yang kami kunjungi. Pas lagi ngobrol sambil ngantri, tiba-tiba Ochie minta perhatian kami semua.

“Yak, setelah pemanasan dengan Kicir-Kicir dan Kora-Kora, sampailah kita di wahana paling ekstrim se-Dufan.”
         Aku dan teman-teman langsung ngakak jaya. Gimana nggak, Istana Boneka aslinya wahana yang paling menyenangkan sekaligus menenangkan. Dari luar memang tampak seperti istana, walau sejatinya berupa lorong panjang yang di dalamnya terdapat aneka boneka bergerak, baik dari Indonesia maupun mancanegara. Pokoknya, masuk ke Istana Boneka tuh layaknya berwisata budaya dengan perahu. Enaaak deh, bisa rileks, bisa ngadem juga cause di dalemnya berhawa sejuk.










1398877270188667111 
Mana bisa heboh begini coba, di wahana (yang katanya) ter-ekstrim?
       
       Setelah mengurangi ketegangan di Istana Boneka, kami ishoma (istirahat, sholat, makan). McD pun jadi pilihan kami untuk mengisi perut yang udah berkukuruyuk. Karena nggak dapat kursi, kami mengakalinya dengan lesehan di depan resto McD. Jadi piknik deh, hehe. Usai kenyang, adrenalin kami pacu kembali dengan wahana ekstrim terbaru di Dufan (kala itu) yakni Tornado. Wahana yang terletak di Kawasan Indonesia ini terdiri atas dua tiang pancang yang di bagian tengahnya terpasang deretan kursi penumpang. Sebelum memutuskan menaiki/tidaknya, aku mengamati terlebih dulu. 

            Jadi setelah petugas memasang sabuk pengaman tiap-tiap orang, Tornado pelan-pelan bergerak ke atas. Kemudian tanpa ampun Tornado menjungkirbalikkan kursi penumpang berkali-kali, dalam tempo lambat hingga cepat. Bisa kubayangkan betapa pusingnya itu. Terus, dengan seenaknya Tornado menggantung orang-orang dalam posisi miring. Jeritan manusia-manusia pun tak terhindarkan. Belum cukup dijungkirbalik, penumpang harus rela dicipratin air dari bawah. Abis itu, mereka diputar-putar lagi hingga Tornado berhenti dengan sendirinya. Kesimpulan yang bisa kupetik adalah Tornado memberi sensasi (bagaimana rasanya menjadi) kambing guling.
 
“Vit, mau naik Tornado nggak?” ucap Nyenyo yang bersiap masuk ke antrian menyusul teman-teman yang lain.

“Nggak deh, Nyo. Gue bukan kambing guling,” kataku, yang disambut tawa kecil Nyenyo. Ia pun bergegas masuk ke antrian yang mengular naga panjangnya bukan kepalang.

      Mendengar desas-desus antrian Tornado bisa mencapai dua jam lebih, aku dan teman-teman yang nggak naik Tornado berinisiatif mencari wahana lain. Yah, itung-itung sambil ‘membunuh’ sang waktu *tsaaah :D Tadinya sih ingin naik Niagara-gara, tapi berhubung antriannya mengular anaconda, kami pun beralih ke Alap-Alap. Untungnya, Halilintar versi kecil atau mini roller coaster ini antriannya nggak mengular, cuma ‘mencacing kremi’ saja. Jadilah, kami nggak terlalu lama menunggu giliran naik. Walaupun cukup mendebarkan, aku nggak keberatan menjajal Alap-Alap lagi di masa mendatang. Lain halnya Halilintar, I think sampai kapan pun aku ogah menaikinya. Teramat ekstrim bagiku :p              

        Kelar naik Alap-Alap, ternyata Nyenyo cs masih mengantri Tornado. So aku dan lainnya duduk-duduk doang sambil ngemil dan ngobrol. Mau nyoba wahana lain juga males aja ngeliat antriannya yang panjang, padahal udah mau Maghrib. Akhirnya tak lama setelah adzan Maghrib berkumandang, Nyenyo cs dapat giliran menjajal wahana Tornado. Aku dan Tian bagian seksi dokumentasi alias tukang foto dadakan. Jeprat-jepret sambil menikmati jejeritan teman sendiri adalah hal yang mengasyikkan, lho *dasar! :D Begitu turun dari Tornado, mereka pada basah kuyup semua. Tapi untungnya nggak ada yang pingsan dan muntah, haha.

1398877334396784833
Ini dia wahana ‘kambing guling’ eh Tornado

        Selanjutnya, kami semua menuju mushola untuk menunaikan ibadah sholat Maghrib. Masih ada waktu sekira 1,5 jam sebelum Dufan tutup, kami pergunakan untuk berpetualang di wahana Arung Jeram. Arung Jeram memang salah satu wahana favoritku selain Ontang-Anting, Baku Toki dan Niagara-gara. Jadi yaa, aku antusias banget waktu anak-anak pada ngusul Arung Jeram sebagai wahana terakhir before go home. Alasan lain adalah aku pengen berbasah-basah ria juga, kayak Nyenyo cs tadi yang dah basah gegara Tornado. Hahaha... 
           
         Pokoknya nggak pernah bosan deh, naik wahana berperahu karet itu. Sensasi digoyang-goyang oleh aliran air yang deras plus cipratan air yang tiba-tiba, bikin nagih. #‎MemorableMoment tuh pas salah satu dari kami – entah persisnya siapa, lupa-- sok-sokan nggak pakai sabuk pengaman. Nggak tahunya, pas dapat guncangan kencang langsung nyungsep ke tengah perahu. Kontan, kami terbahak-bahak. Belagu sih luuu... :p

      Masih ada waktu sekitar setengah jam, kami pun berganti pakaian dan shalat Isya. Setelah itu, kami bernarsis ria sepanjang jalan dari depan mushola hingga depan wahana Turangga-rangga sepuasnya, sampai baterai digicamnya habis, hahaha. Baru deh, kami balik ke rumah ortu masing-masing. Jadi selama 10 jam berada di Dufan, kami berhasil ‘melahap’ 6 wahana. Lumayan khan, daripada lu manyun? :p

        Suwer, main ke Dufan tuh really ‪#‎NeverEndingFun. Kesemua wahananya mengasyikan. Transportasinya pun cukup mudah. Bisa dicapai dengan KRL atau bus TransJakarta, bila enggan menggunakan mobil pribadi. Jadi kalau long weekend, nggak perlu pelesiran ke 'tetangga-tetangga' Jakarta, paling juga macet di sana. Mending liburan ke Dufan, dijamin seru dan mengasyikkan. Tiketnya pun nggak terlalu mahal, hanya dengan kartu annual pass seharga 260.000 rupiah, kita bisa mengunjungi Dufan sepuasnya selama setahun penuh lho!

Oke dech, I'd like to say big thanks to all my friends. It was an unforgettable experience, to share jokes and laugh ‪#‎IniDufanKami. And I feel lucky to be friends with you, Nyenyo cs.

So
kapan nih kita hang out di Dufan lagi, Friends? Pengen nyoba wahana TreasureLand Temple of Fire dan Ice Age Arctic Adventure, deh eyke. (ʃƪ'')

NB :

- Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba penulisan blog “I
NI DUFAN KAMI
- Mohon maaf, bila tampilan postingan ini berantakan (kurang rapi). Saya sudah coba mengedit/merapikannya, tapi entah kenapa tetap berantakan deretan huruf-hurufnya. So bila ingin membaca utuh tulisan ini (yang lebih rapi), silakan mampir kemari

Courtesy of Asep and Bayu, yang telah mengizinkan foto-fotonya dipakai untuk melengkapi tulisan ini. Thankz, Bro!