Sabtu, 27 Juli 2013

Pertamax, Terdepan dalam Pengurangan Efek Timbal Bagi Dunia Anak

Anak berkembang dengan cara bermain. Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Dengan bermain anak-anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan seperti apa lingkungan yang ia tinggali dan menemukan seperti apa diri mereka sendiri. Dengan bermain, anak-anak menemukan dan mempelajari hal-hal atau keahlian baru dan belajar kapan harus menggunakan keahlian tersebut, serta memuaskan apa yang menjadi kebutuhannya. Lewat bermain, fisik anak akan terlatih, kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain akan berkembang.” – Papalia, seorang ahli perkembangan manusia melalui bukunya Human Development (1995), dalam artikel "Manfaat Bermain Bagi Anak" karya Rini S. Tasmin, S.Psi

Aku bisa bilang, masa kecilku sangat menyenangkan. Gimana nggak, lha wong sebagian besar waktu dipakai untuk bermain, baik dengan teman-teman sekolah, teman-teman sekampung, kakak, terkadang juga dengan orang tua. Ketika TK 0 Besar misalnya, kebetulan sekolahku dekat rumah. Sekitar sepuluh menit berjalan kaki, sampai deh di TK Islam yang terletak di pinggir jalan raya Jatibening. Sedikitnya ada empat jalur menuju ke sekolah. Aku dan teman-teman hampir selalu melewati jalur yang berbeda, sehingga saban hari rasanya seperti bertualang saja. Dari empat jalur itu, paling sering sih kita melintasi kebun. Tapi pernah juga, aku ngajak teman-teman jalan ke sekolah melalui pabrik bingkai foto yang aroma catnya menyengat. 
"Nggak nunggu Mbak Su dulu, Din?" kata Liyan menyebut PRT yang biasa 'diutus' Mama untuk mengawalku ke sekolah.
"Nggak usah, dia masih nyapu. Udah yuk, cepetan jalan!" Jawabku asal, padahal sebenarnya aku lagi ogah dikawal. Yaa, kurang bebas aja, berasa ada yang ngawasin. Usai menjemput Esti, bergeraklah kami bertiga dengan rute yang belum pernah dilalui. Yup, sebelumnya kami memang belum pernah ke sekolah lewatin pabrik bingkai foto. Dan, ketika melintas di jalan samping pabrik, kami mengintip sebentar aktivitas buruh pabrik. Ada yang lagi motongin kayu, mengamplas kayu, membentuknya menjadi bingkai, ngecatin bingkai, dan sebagainya. Puas mengintip, perjalanan dilanjutkan. Kali ini melintasi jalan raya. Kami berjalan hati-hati agar tak diserempet kendaraan bermotor.
"Nggak apa-apa nih Din, kita tadi lewatin bingkai tanpa mbak Su? Kamu yakin nggak bakal dimarahi?" ucap Esti kala bangunan TK Islam Al Hidayah sudah di pelupuk mata.
"Nggak apa-apa, nanti aku bilang ke Mama kita lewat kebon," ujarku menenangkan kekhawatiran Esti.
Eh, nggak tahunya tiba-tiba ada yang nyolek pundakku dari belakang. Setelah menengok, kudapati Mbak Su lagi mendelik. "Mampus, ketahuan!" sahutku dalam hati.  


Dan, seperti yang kuduga, ketika Mama pulang dari kantor, mbak Su laporan sama Mama kalau aku kabur darinya tadi pagi. Seingatku Mama nggak gitu marah, hanya cuap-cuap menjabarkan betapa bahayanya melintasi pabrik bingkai, dan berjalan di pinggir jalan raya tanpa pengawasan. Sejak itu, Mama melarang aku pergi ke sekolah tanpa Mbak Su. Ah, tapi bukan Vita Sophia Dini namanya, kalau nggak lihai melepaskan diri dari pengawasan mbak Su. Yup, kami pernah kabur lagi darinya untuk melewati pabrik bingkai, heheu bandel yaa saya.    <ˆ)

Kalau sore, aku dan teman-teman sepermainan pergi ke jalan pinggiran Kali Malang. Di jalan yang sesekali dilewati kendaraan bermotor itu --kecuali kalau jalan Kalimalang raya lagi macet, baru deh pengendara lewatin jalan pinggiran Kalimalang-- kami bisa bermain layangan, bersepeda, petak jongkok (tap jongkok) atau menonton pertandingan voli antar remaja karang taruna. Malam hari waktunya mengerjakan PR (kalau ada) atau bermain puzzle. Dulu aku punya koleksi puzzle yang cukup banyak. Soalnya aku memang senang main puzzle, makanya ayah atau mama sering belikan aku puzzle. Kadang aku main puzzle sama Siti (boneka beruang coklat kesayanganku semasa kecil). Kadang juga balap-balapan menyusun puzzle sama kakak, kadang juga sama ayah bila ia tak begitu lelah usai bekerja. Tapi aku paling suka adu menyusun puzzle sama Siti, karena dia pasti kalah!  c(◦ˆˆ)>


Aku senang main puzzle, karena permainannya menantang. Di mana aku dilatih untuk sabar, dalam menyelesaikan teka-teki bentuk puzzle hingga menyerupai sebuah gambar. Namun kalau lagi adu puzzle, tantangannya lebih besar lagi karena kita harus menyusunnya secepat mungkin mendahului lawan. Apa karena sering main puzzle kali ya, makanya pembawaanku tenang, tekun dan sabar *muji diri   (^o^)a

Beranjak SD, aktivitas yang kulakukan bareng teman-teman lebih variatif. Bermain roller blade (sepatu roda), galasin, sepakbola, petak umpet, bakar melinjo, berburu burung liar di kebun, dan main drama ala kami. Wuih, pokoknya seru deh kalau udah main sama teman-teman sekampung. Tak jarang kalau aku lagi asyik-asyiknya main, terus disuruh pulang buat bobo siang. Aku sekejap aja di kamar. Begitu Mama pulas dan mbak Su sibuk sendiri, diam-diam aku kabur, lewat pintu dapur atau pintu depan dengan meloncati pagar. Tergantung pintu mana yang kondusif duluan, wkwkwk. Lanjut deh main lagi sama teman-teman. Sore hari baru balik ke rumah untuk mandi dan siap-siap ngaji di TPA.


Sementara bila liburan di Malang, biasanya pagi-pagi aku dan sepupu sepedaan atau jalan kaki untuk beli cenil dan kue lupis. Sekalian menikmati hawa sejuk Malang. Sorenya, pada berenang di kali yang terletak di belakang bawah sawahnya eyang kakung. Walau sungainya agak kotor —dipakai untuk mencuci dan buang air— sepupu dan kakakku asyik-asyik aja tuh berenang di sana. Aku sendiri cuma sekali berenang di sana, abis itu nggak nyoba lagi karena nggak tahan sama dinginnya, brrr. Pernah kapan itu, cousin Uky dan Aan lagi berenang di tengah kali. Tiba-tiba ada kotoran manusia mendekati mereka. Sontak Uky dan Aan langsung kecipak-kecipuk dengan ngebut, untuk menghindarinya. Kita yang cuma berendam di tepi kali jadi ngakak melihatnya. Malam hari, aku dan sepupu biasanya main monopoli dan/atau ular tangga. Siapa yang kalah dicoret pakai bedak, hahaha.


Itulah penggalan kisah masa kecilku yang masih kuingat hingga kini. Berbicara masa kanak-kanak tak lepas dari kegiatan bermain, yang memang disukai anak-anak. Bermain sendiri bagiku tak ubahnya belajar yakni belajar dalam cara yang menyenangkan, sekaligus belajar untuk mencari dan mendapatkan sesuatu. Ketika bermain roller blade misalnya, aku belajar berbagi hak milik. Kala bermain monopoli, aku belajar menggunakan mainan secara bergilir. Saat berburu burung liar di kebun, aku belajar berbagi tugas dengan teman-teman. Aku jadi bisa menyalurkan energiku yang berlebih dengan bersepeda. Pergi ke sekolah bareng teman-teman melalui jalan yang berbeda tiap harinya, juga ada manfaatnya lho. Kami jadi bisa menjelajahi tiap jengkal jalanan kampung tercinta, mengenali dan mengamati tiap-tiap sudutnya, serta menemukan hal-hal baru. Pokoknya belajar mengeksplorasi lingkungan sekitar, deh.    (✪‿✪) 

Bermain sepeda akan membuat tubuh anak-anak menjadi sehat dan bugar.
Doc. Pribadi
***
Bahaya timbal bagi anak-anak

Dunia anak yang identik dengan bermain atau permainan, hendaknya jangan dicemari oleh udara kotor akibat timbal kendaraan bermotor. Tahu kan timbal itu apa? Itu lho, sesuatu yang digunakan untuk menolak bala atau memproleh sesuatu yang lebih baik. Plak! Itu mah tumbal, hahaha. Timbal alias timah hitam adalah salah satu unsur kimia dalam tabel periodik, yang berlambang Plumbum (Pb) dengan nomor atom 82. Timbal itu termasuk logam berat, yang secara alami berada di dalam kerak bumi. Namun akibat kegiatan manusia, timbal juga terdapat di permukaan bumi. Dalam bidang industri misalnya, timbal dipakai sebagai bahan baku baterai, pipa, solder, accu, cat, keramik, sebagai lapisan pelindung sinar X serta usaha percetakan. Ah, sekarang aku tahu mengapa dulu Mama melarangku melintasi pabrik bingkai foto —walau aku tetap melewati pabrik itu beberapa kali dengan teman-teman, xixi bandel—. Mama tak ingin anak bungsunya ini menghirup timbal dari cat yang digunakan untuk mewarnai bingkai. Oh, you're so considerate, Mom!

Pencemaran udara oleh kendaraan bermotor juga berkontribusi terhadap keberadaan timbal di permukaan bumi. Melalui penambahan timbal Tetraethyl lead (TEL) ke dalam BBM berkualitas rendah —guna menaikkan kadar oktan— udara jadi tercemar gas-gas berbahaya sebagai efek samping pembakaran yang kurang sempurna, seperti NOx (nitrogen oksida), CO (karbon monoksida), hidrokarbon, SO2 (sulfur dioksida), dan tetraetil Pb dan tetrametil Pb. Logam timbal yang mengotori udara dalam wujud gas/partikel, bisa menyusup ke dalam badan melalui debu, air, makanan dan minuman yang tercemar Pb. Bila dibiarkan saja, tentu membahayakan kesehatan manusia karena logam timbal itu beracun.    

Logam timbal yang beredar di permukaan bumi, selain merusak lingkungan hidup juga berdampak pada kesehatan manusia. Di Cina misalnya, anak-anak yang tinggal di dekat pabrik baterai dilarikan ke RS akibat keracunan timbal. Pada darah mereka, ditemukan timbal dalam kadar tinggi yakni 330,9 mikrogram per liter darah. Padahal kadar timbal 100mg/liter darah saja, dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan otak pada anak-anak. Kadar timbal yang tinggi membuat penderitanya merasa gelisah, anemia, sawan, sakit perut, dan gangguan organ pencernaan lainnya .

Selain itu menurut Melly Budhiman, Ketua Yayasan Autisme Indonesia (YAI), udara yang tercemar timbal merupakan salah satu faktor penyebab autisme, “... udara kita terpolusi nomor tiga di dunia di bawah Cina dan India. Jadi anak-anak kita menghirup udara yang mengandung logam berat, misalnya mercury, cadmium, plumbum (timah hitam). Itu mempengaruhi otak, yang kemudian memerintah tubuh sehingga tidak berkembang...”.

Dampak lain logam timbal terhadap anak-anak, diantaranya menurunkan IQ, menghambat tinggi badan, anoreksia, penurunan kualitas indera pendengaran dan daya ingat, mempengaruhi perilaku (mudah marah, sering berteriak), melemahkan otot dan jari, melemahkan pergelangan tangan dan kaki, memperlambat reaksi/respon akibat gangguan sistem syaraf. Hadeuh, jangan-jangan aku jadi pelupa dan kadang lemot itu akibat ‘keracunan’ timbal ya? Sekolahku kan di tepi jalan raya, yang sering dilalui kendaraan bermotor.  ^o^a   Yaah, semoga saja bukan begitu.  (◦''◦)     


Menyadari betapa buruknya pengaruh logam timbal terhadap tubuh manusia, maka perlu upaya-upaya pencegahan dan pengurangan dampak timbal. Salah satunya, melalui penggunaan BBM yang ramah lingkungan. 

Anak-anak yang dirawat di RS akibat keracunan timbal
                                Sumber foto : http://international.okezone.com/read/2011/06/13/413/467487/600-anak-kecil-keracunan-timbal-di-china

***
Pertamax, BBM ramah lingkungan

Kalau di forum-forum internet dan jejaring sosial, pertamax identik dengan postingan/komentar yang pertama alias terdepan. Sementara pertamax yang ini salah satu BBM produksi Pertamina. Produk Pertamina lainnya adalah Premium dan Pertamax Plus. Walau sama-sama berasal dari pengolahan minyak bumi, pertamax punya keunggulan yang tak dimiliki oleh Premium.

1) Nilai oktan atau RON (Research Octane Number) Pertamax 92, sementara RON Premium ‘cuma’ 88. Karena nilai RON Pertamax lebih tinggi dari Premium, Pertamax diperuntukan khusus bagi kendaraan yang bertekanan kompresi tinggi dan bebas timbal. Seperti kendaraan produksi tahun 1990 ke atas, yang telah dilengkapi teknologi menyerupai electronic fuel injection dan catalytic converters. Sementara kendaraan dengan mesin berkompresi rendah cukup dengan premium saja. Soalnya bila kendaraan dengan mesin berkompresi tinggi tapi menggunakan BBM yang beroktan rendah (Premium), akan terjadi knocking akibat bahan bakar terbakar lebih dulu, padahal busi belum memercik. Nanti power mesinnya bisa drop, lho. Sehingga memperpendek umur kendaraan. 

2) Karena nilai oktan Pertamax tinggi, kandungan timbalnya sangat rendah, hampir tidak ada timbal. Kalau Premium tetap mengandung timbal, yang berfungsi peningkat nilai oktan. Karenanya, hasil pembakaran kendaraan ber-Premium kurang sempurna. Dalam arti, gas buang kendaraan masih mengandung nitrogen oksida dan karbon monoksida, yang membahayakan kesehatan manusia dan mencemari udara. Sementara itu, nilai oktan Pertamax tinggi berkat penambahan zat adiktif generasi ke-5, yang berguna menekan kandungan racun dalam gas buang, mencegah karat dan korusi pada saluran dan tangki mesin, sehingga kinerja mesin optimal. Hasil pembakarannya pun lebih bersih, emisi gas buangnya rendah, minim gas beracun NOx dan CO. 


Pertamax, BBM Non Subsidi yang ramah lingkungan. Nilai oktannya tinggi, jadi rendah timbal
Sumber foto : www.merdeka.com
      
***

Upaya lain dalam rangka pencegahan dan pengurangan dampak timbal

Nah, udah pada tahu kan hubungan antara dunia anak dengan penggunaan Pertamax? Pertamina mendukung pengurangan dampak timbal melalui produksi Pertamax, bahan bakar ramah lingkungan. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk mengurangi resiko penyakit akibat pencemaran udara yang mengandung timbal. Walau demikian, kurasa masih perlu upaya-upaya lain untuk mencegah dan mengurangi dampak timbal. Karena itu, izinkan aku mengapungkan ide berikut ini.

1) Seperti diketahui, Pertamax kan diperuntukan bagi kendaraan bermesin kompresi tinggi dan bebas timbal. Namun, masih saja ada pemilik kendaraan dengan spesifikasi itu yang menggunakan Premium. Nah, ini peluang bagi Pertamina untuk mendidik masyarakat. Misalnya, dengan memberi pemahaman yang benar tentang peruntukan mesin dan jenis BBM yang tepat digunakan. Edukasi tersebut bisa dilakukan melalui pemasangan spanduk/pamflet di SPBU maupun iklan di media massa. Harapannya, mereka yang masih menggunakan Premium beralih ke Pertamax. Sehingga nantinya subsidi BBM lebih tepat sasaran yakni hanya untuk pemilik kendaraan bermesin kompresi rendah yang memang pengguna Premium. Selain itu, bila makin banyak pengendara yang menggunakan Pertamax, artinya kan kadar timbal di udara makin berkurang, jadi lebih sehat untuk dihirup manusia.

2) Pertamina bekerja sama dengan instansi terkait dalam memantau dan mengontrol kandungan timbal di udara secara rutin.

3) Pertamina bersama instansi terkait (Dinas Kesehatan) mengadakan penyuluhan tentang bahaya dan dampak pencemaran udara (khususnya timbal) kepada anak-anak sekolah, guru dan orang tua serta para pedagang jajanan di sekitar sekolah (karena timbal bisa menyebar via makanan). Selain itu, perlu juga sosialisasi langkah-langkah pencegahan dan penanganan keracunan timbal pada anak.        


Last but not least
, manusia berhak atas udara yang bersih dan segar. Termasuk anak-anak, mereka tentu lebih nyaman bermain di lingkungan yang sehat daripada di lingkungan yang tercemar. Penanganan masalah polusi udara, butuh kesadaran, dukungan dan kerja sama semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah. Maka dari itu, mari bersama-sama kita kurangi kandungan timbal yang tinggi, dimulai dari penggunaan BBM yang ramah lingkungan.


Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog “Apa Idemu” PertamaxIND dengan tema "All About Childhood yang Tak Terlupakan".


Sumber referensi :

1) Redaksi. Sekitar 24 Anak di Cina Keracunan Timbal. http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/01/110106_cina.shtml

2) Redaksi. Menanti Bom Waktu Autisme. http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/105-menanti-bom-waktu-autisme?tmpl=component&print=1&page=

3) Jaka Purnama. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) di Udara dari Kendaraan (sepeda motor).
http://blogger-zaka.blogspot.com/2011/04/pencemaran-logam-berat-timbal-pb-di.html

4) Riki Maruf. Pertamax VS Premium. http://lungmygo.blogspot.com/2011/01/pertamax-vs-premium.html

5) NN. Pertamax Bikin Mesin Awet atau Rusak...???. http://kupang.tribunnews.com/2012/12/10/pertamax-bikin-mesin-awet-atau-rusak

6) http://international.okezone.com/read/2011/06/13/413/467487/600-anak-kecil-keracunan-timbal-di-china

7) www.merdeka.com

8) Rini S. Tasmin, S.Psi. Manfaat Bermain Bagi Anak. http://www.kb-tkislam.raudhah-school.net/index.php?option=com_content&view=article&id=56:manfaat-bermain-bagi-anak&catid=34:artikrel-orang-tua&Itemid=61

9) situs Pertamina (http://www.pertamina.com/‎)

10) http://id.wikipedia.org/wiki/Pertamax


     Nota pembelian Pertamax bulan Juli 2013