Ketika sepatu sekolah mulai terasa
sempit, saya mohon kepada Bunda agar dibelikan sepatu yang baru. Kebetulan hari
itu, kakakku yang nomor dua mau ke mall bareng teman-temannya. Maka, Bunda pun menitipkan
pembelian sepatu baruku kepada kakak. Saat pulang, kakak menenteng sebuah
kardus berisi sepatu sport berwarna hitam. Begitu melihatnya, aku langsung
menyukai sepatu itu. Bodinya tampak gagah, terasa mantap di bawah telapak kaki.
Selain itu, bagian belakang solnya tebal. Jadi kala aku mengenakannya, aku
terlihat lebih tinggi beberapa sentimeter. Hm... cara menambah tinggi badan secara
instan, hehehe...
Tak tahunya, tungkak sepatu yang agak
tebal justru membuatku sering keseleo. Tak terhitung deh, berapa kali kedua
kakiku secara bergantian terkilir. Akibat acapkali keseleo, aku menamai
sepatuku itu Leo, hahaha.... Lama kelamaan aku tak tahan juga, memakai sepatu
yang membuat kakiku ngilu hampir setiap hari. Aku pun melancarkan protes kepada
kakak, mengapa ia membeli sepatu yang bersol tebal. Padahal ia tahu, aku tak
terbiasa mengenakan sepatu bersol tebal. Bunda akhirnya menengahi kami, dengan
menjanjikan sepatu baru. Namun, aku harus bersabar menunggu Bunda gajian lagi
di bulan berikutnya. Hiks.... (T_T)
Ada cerita lain seputar Leo. Ketika diajak berlari, entah
mengapa ia suka melepaskan diri. Yup, aku paling sebal kala pelajaran olahraga. Tiap lari pemanasan atau olahraga
lain yang mengharuskan kita lari, Leo sering membuatku harus berbalik arah
untuk memungut dan memasangkannya kembali ke telapak kakiku. Tak jarang aku
menuai senyuman maupun gelak tawa teman-teman ketika Leo tertinggal.
"Vit, sepatu kirimu di belakang, tuh. Jangan ditinggalin dong!"
"Grrrh...!" rutukku kesal pada Leo yang menjadikanku bahan olokan
teman.
Puncak 'kenakalan' Leo terjadi saat permainan basket antar siswa kelas 1 C. Sebatas ingatanku, aku yang kala itu habis merebut
bola dari lawan, langsung menggiringnya
dengan laju kencang. Baru
sampai tengah lapangan, kurasakan langkah
kaki kanan mulai tak
seimbang. Lagi-lagi, si Leo membuatku keseleo. Bisa ditebak,
sepersekian detik kemudian aku tersungkur. Malangnya, tak cuma aku saja yang terjatuh. Lawan yang sedari tadi mengawal pergerakanku pun ikut terjatuh menindihku. Jadi tak hanya kaki yang nyut-nyutan, badanku juga terasa sakit. Sejak itu, aku keluar dari permainan. Mustahil aku bermain dalam kondisi kaki
yang terpincang. Tapi
untunglah, tim yang kubela jadi pemenang. Dan yang tak kusangka adalah aku
terpilih sebagai pemain terbaik dalam laga itu. Walau memang, aku tak meraih penghargaan Most
Valuable Player atau Man Of The Match layaknya di pertandingan resmi. Namun mendapati diriku menuai pujian dari teman-teman
sekelas, maka boleh kan aku menyimpulkannya demikian. ( ̄▽ ̄)
Aku senang teman-teman menyukai
permainanku. Meski tampil dengan sepatu yang membuatku kurang nyaman
memakainya, namun aku masih bisa mencetak beberapa poin dan assist. Itu semua berkat Leo, sepatuku yang ‘nakal’, sekaligus ‘garang’. Terima
kasih, Leo.... (。◕‿◕。)
Beberapa hari kemudian, Bunda telah
gajian. Kakakku kembali jalan-jalan ke mall dengan teman-temannya. Bunda pun
menitip lagi uang untuk membeli sepatu baruku kepada kakak. Syukurlah, kali ini
kakak membelikan sepatu yang tungkak sepatunya tak setebal Leo, sehingga terasa
lebih nyaman jadi pijakan. Sejak itu, Leo terpaksa pensiun dini. Ah, Leo, andai
saja tapak kasutmu tidak terlalu tebal, mungkin masa baktimu lebih panjang dari
satu bulan....
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - THE END - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
NB.
NB.
Tulisan ini diikutsertakan dalam :
hehehehe
BalasHapussepatunya ga penurut ya :)
minta masukannya dong di sini :)
http://100listofdreams.wordpress.com/2012/05/11/sepatuku-rem-sepedahku-penyelamat-hidupku-lomba-menulis-noura-books/
@Darwis : Yup, si Leo emang 'buandell' :)
BalasHapus