Sejujurnya aku tak ingat bagaimana perkenalan perdanaku dengan Nabi Muhammad SAW. Apakah melalui orang tua, guru di sekolah, guru ngaji atau pun buku, entahlah. Namun ada satu ingatan masa kecil yang cukup kuat akan sosok penutup para nabi itu. Suatu malam guru ngajiku Mang Dani, bercerita tentang isra dan mi'raj.
"Anak-anak, isra mi'raj itu salah satu mukjizat Rasulullah SAW. Peristiwa yang sangat luar biasa, melampaui hukum alam. Isra, ketika Beliau dibawa oleh malaikat Jibril dari Makkah ke Baitul Maqdis. Kemudian Mi’raj, Beliau diterbangkan ke Sidratul Muntaha dengan bantuan kilat...." Mang Dani mengisahkan.
Seorang teman lalu bertanya akan kebenaran cerita Rasulullah SAW 'menumpang' kilat ke Sidratul Muntaha. Pertanyaan yang sebenarnya juga ingin kuutarakan, “bagaimana mungkin manusia mampu mengendarai kilat yang biasanya tampak sekelebat ketika hujan?” Syukurlah, temanku sudah mewakili, aku tak jadi bertanya.
Mang Dani kemudian menegaskan kisah yang ia ceritakan itu benar. Karena gaya berceritanya yang meyakinkan, aku pun terbawa suasana. Dan kurasa teman-teman lain juga demikian, ‘tersihir’ oleh kisah Isra Mi’raj yang dibawakan oleh Mang Dani. Di tengah-tengah cerita, aku membayangkan sosok Rasulullah SAW 'menumpang' kilat. Hm, awalnya memang agak sulit mempercayainya. Tapi karena riwayat itu disampaikan oleh seseorang yang berpengetahuan agama cukup baik, aku pun meyakininya. Belakangan aku tahu, yang dimaksud Mang Dani sebagai kilat adalah buraq1.
Pengalaman lain seputar Rasulullah SAW terasa luar biasa, menurutku. Bermula ketika aku membaca sebuah rubrik majalah Islami. Seorang pembaca bertanya kepada pengasuh rubrik tentang mimpinya. "Ustadz, saya pernah bermimpi mendengar Rasulullah SAW membaca Al-Qur’an. Mampukah jin meniru suara beliau atau mengaku demikian dalam mimpi?" tulisnya.
Pengasuh rubrik dengan menyebut sebuah hadits, menandaskan bahwa jin tak mampu meniru suara Rasulullah SAW karena hal itu merupakan karakter Beliau. Dengan kata lain, sungguh pembaca tersebut bermimpi benar. Usai membaca rubrik itu, aku langsung bertanya dalam hati, "bagaimana ya rupanya Rasulullah SAW dalam mimpi?"
Tak disangka, suatu malam dalam mimpiku muncul seseorang berpakaian serba putih, janggutnya sangat lebat, alis matanya tebal, namun rambutnya tak kelihatan karena tertutup sorban. Dalam mimpi, orang itu tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya memperlihatkan sosoknya yang tampak suci. Sebenarnya aku tak tahu, siapa yang aku impikan. Entah kenapa, hatiku mengatakan sosok itu adalah Rasulullah SAW. Tapi, sebenarnya aku juga tak begitu yakin. Berhari-hari aku disibukan dengan rasa penasaran akan mimpi itu. Hingga suatu hari selepas kuliah, aku bertanya kepada seorang sahabatku.
“Iya kali itu Rasulullah,” jawabnya singkat ketika aku tanyakan padanya sosok dalam mimpiku.
Jawaban yang kurang meyakinkan menurutku. Akhirnya dengan berpegang pada hadits, “barang siapa yang melihatku dalam tidur, maka ia sungguh telah melihatku. Sesungguhnya syetan tak dapat menyerupaiku…” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi). Sedikit demi sedikit aku mulai yakin bahwa sosok suci itu adalah Rasulullah SAW. Kini, sosok itu belum pernah lagi hadir dalam mimpiku meski aku menginginkannya, merindukannya.
Sungguh aku bangga sekaligus merasa tak pantas mendapatkan mimpi seistimewa itu. Kurasa masih banyak orang lain yang lebih pantas didatangi Rasululullah SAW lewat mimpi. Meski demikian, pengalaman itu memotivasiku untuk terus meneladani akhlak Rasulullah SAW. Mungkin tak semua tauladan Rasulullah SAW mampu kucontoh, paling tidak sebagiannya bisa kuterapkan atau kusyiarkan. Salah satunya ketika suatu hari seorang sahabat memintaku membuat naskah drama. Kebetulan sekolah tempatnya mengajar, mengadakan acara Maulid Nabi SAW. Awalnya aku keberatan dengan permintaan itu, mengingat aku belum pernah membuat naskah drama. Namun setelah berpikir bahwa kesempatan itu justru peluangku untuk belajar, maka kuputuskan untuk menerimanya.
Setelah sehari melakukan riset dan sehari menyusun naskah, akhirnya naskah drama berdurasi lima belas menit itu bisa kuselesaikan. Melalui naskah yang kubuat, aku mengajak para remaja untuk lebih mencintai Allah SWT dan Rasulullah SAW ketimbang mencintai pacar. Aku sengaja menyampaikan pesan seperti itu, karena acara Maulid Nabi yang lalu berdekatan dengan hari Valentine. Sayangnya ketika hari berlangsungnya acara Maulid Nabi SAW, hujan deras mengguyur bumi. Panggung menjadi basah, sehingga pementasan drama pun dibatalkan. Meski tak jadi dipentaskan, aku tak merasa usahaku sia-sia, karena aku yakin Allah SWT melihat jerih payahku, Ia lebih mengutamakan proses ketimbang hasil. Semoga proses yang kujalani itu dinilai olehNYA sebagai ibadah.
Harapanku selanjutnya, semoga di akhirat nanti Allah SWT berkenan mempertemukan aku dengan Rasulullah SAW, karena aku ingin bertanya langsung kepadanya, ”Ya, Rasulullah SAW, mengapa Engkau sudi hadir dalam mimpiku? Sungguh aku merasa tak pantas.” Wallahu'alam bish shawab....
1) Buraq adalah istilah yang dipakai dalam Al Qur’an, yang berarti “kilat”. Termuat dalam ayat 2/19, 2/20 dan 13/2, dengan istilah aslinya “Barqu”. Sumber : artikel berjudul ”Pembahasan Isra Mi'raj Nabi Muhammad dengan Buraq” dari FB Ninja Muslim Group.
Word count : pas 700 kata (sudah termasuk judul)
Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Menulis Rindu Rasul (http://zhaaid.multiply.com/journal/item/111/Lomba_Menulis_Rindu_Rasul)